Beberapa tulisan di bawah ini sengaja kami kombinasikan untuk membuka cakrawala bisnis kepada teman-teman UMKM yang berminat untuk produksi mie non gandum yang bahan-bahannya berasal dari produk lokal Jawa Tengah, bukan produk impor.
![]()  | 
| Mie Singkong | 
Wah! Orang Indonesia makan mie instan 14,9 miliar bungkus
Konsumsi
 mie instan masyarakat Indonesia mencapai 14,9 miliar bungkus, itu 
sepanjang tahun 2013. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 1 
miliar per bungkus pada kasus yang sama pada 2009.
Dengan kata lain, rata-rata orang 
Indonesia mengonsumsi sekitar 60-61 bungkus atau 1,5 dus mie instan pada
 tahun 2013. Data-data tersebut ditetapkan oleh World Instant Noodles 
Association (WINA), di mana Indonesia merupakan negara kedua yang 
mengonsumsi mie instan paling banyak.
Meningkatnya konsumsi mie instan di Indonesia ini menurut Ketua 
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menandakan buruknya 
kedaulatan pangan di Indonesia.
“Pertama menandakan kita tidak punya kedaulatan pangan sehingga kita 
menjadikan mie instan sebagai menu utama. Apalagi bahan baku pembuatan 
mie instan impor semua. Seharusnya pemerintah mendesain soal kedaulatan 
pangan,” ujar Tulus sebagaimaa dikutip Merdeka.com, Selasa 24 Maret 2015.
Tulus mengatakan, kampanye pemerintah saat ini justru mengimbau 
masyarakat untuk mengurangi konsumsi nasi. Padahal seharusnya, kata 
Tulus, pemerintah justru mengkampanyekan kurangi konsumsi mie instan. 
Apalagi dengan bahan baku pembuatan mie instan diimpor semua.
“Di satu sisi pemerintah justru mengkampanyekan kurangi beras. 
Seharusnya kampanye kurangi mie instan bukan beras, sama iklan di TV 
harus dikurangi. Politik kebijakan pangan keliru dan promosi mie instan 
selalu kuat merangsang daya beli masyarakat,” ujarnya.
Tulus lebih lanjut mengatakan, untuk dampak negatif dari konsumsi mie
 instan BPOM juga harus berperan. Yakni dengan membatasi komponen bumbu 
pada mie instan agar tidak terlalu banyak MSG-nya dan aman untuk 
kesehatan masyarakat.
“Sebenarnya gini kalau yang menjadi dampak negatif mie instan 
bumbunya itu, pemerintah mengatur itu dari BPOM membatasi berapa 
komponen garam, mecin. Sebenarnya naiknya konsumsi mie instan hal yang 
membahayakan, menghantam sisi kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Adapun solusinya, Tulus berharap pemerintah dapat mendesain 
kedaulatan pangan yang baik. Seperti pembuatan mie instan sendiri dari 
bahan-bahan lokal.
“Memasok bahan panganan lokal, boleh mie instan dari bahan singkong atau ubi tidak impor,” tutupnya.
Mie instan selama ini memang bisa meredam rasa lapar. Meskipun 
demikian, makanan cepat saji ini tidak bisa menggantikan nutrisi yang 
dibutuhkan tubuh. Apalagi dengan bumbu buatan dan pengawet kimia, tentu 
saja semakin membahayakan kesehatan tubuh.
Lantas apa saja bahaya terlalu sering makan mie instan? Inilah daftar lengkap bahayanya kalau sering makan mie instan menurut Doktersehat.com :
1.Menyebabkan kanker
Permukaan mie instan dilapisi oleh lilin, inilah kenapa mie tidak pernah lengket satu sama lain. Lilin ini sangat membahayakan kesehatan tubuh, karena tubuh kita butuh waktu lama untuk mencerna lilin ini, yakni sekitar dua hari.
Jika zat ini terus menumpuk dalam tubuh, kemungkinan kita untuk 
terkena penyakit kanker sangatlah tinggi. Misalnya, kanker hati, usus, 
atau leukimia. Tidak hanya lilin dari mie instan, bumbunya pun yang 
mengandung banyak zat aditif seperti MSG yang bisa menjadi pemicu kanker
 dalam tubuh.
Banyak kasus nyata tentang orang yang sakit dan diduga disebabkan karena terlalu banyak mengkonsumsi mie instan.
2.Chinese restaurant syndrome
Bahaya makan mie instan yang satu ini lebih mirip keracunan, hal ini disebabkan oleh MSG yang terdapat pada bumbu mie instan. Ada beberapa orang yang tidak tahan dengan MSG, lalu kemudian merasa pusing dan sesak nafas. Namun penyakit ini tidak terlalu fatal, karena akan sembuh setelah 2-3 jam kemudian.
3.Kerusakan jaringan otak
Mengkonsumsi mie instan terus-menerus sama dengan menumpuk zat-zat kimia berbahaya dalam tubuh dan efeknya bisa merusakkan sel-sel jaringan otak. Akibatnya, akan terjadi penurunan transmisi sinyal dalam otak. Selain itu, kerusakan jaringan sel otak ini juga akan memicu penyakit-penyakit lain seperti stroke atau kelumpuhan.
4.Keguguran
Sejumlah wanita hamil yang makan mi instan selama kehamilan mengalami keguguran, hal ini karena kandungan bumbu dan pengawet pada mi instan dapat mempengaruhi perkembangan janin.
5.Gangguan metabolisme
Konsumsi mi instan jangka panjang dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, hal ini disebabkan akumulasi dari zat-zat kimia beracun seperti pewarna makanan, pengawet dan aditif dalam mie.
6.Kerusakan organ
Mi instan mengandung propylene glycol, bahan anti-beku yang mencegah mi dari pengeringan dengan mempertahankan kelembaban. Tubuh menyerap zat tersebut dengan mudah dan terakumulasi di jantung, hati dan ginjal. Hal ini menyebabkan kerusakan dan kelainan organ, dan juga melemahkan sistem kekebalan tubuh.
7.Obesitas
Mi instan adalah salah satu penyebab utama obesitas, hindari mi instan karena mengandung sejumlah besar lemak dan natrium yang menyebabkan retensi air dalam tubuh.
8.MSG
Monosodium glutamate (MSG) digunakan untuk meningkatkan rasa mi, sekitar 1-2 persen dari populasi alergi terhadap MSG. Ketika orang-orang yang alergi terhadap MSG mengonsumsinya, maka akan dapat menyebabkan rasa terbakar, panas di dada, kemerahan pada wajah, atau nyeri dan sakit kepala.
9.Tinggi natrium
Mi instan juga mengandung jumlah natrium yang tinggi, kelebihan konsumsi natrium bisa menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, stroke dan kerusakan ginjal. Jadi, hindari konsumsi mi instan berlebihan.
10.Junk food
Mi instan hanya dapat dianggap sebagai junk food dan tidak pernah menggantikan makanan bernutrisi, hal ini karena mengandung sejumlah besar karbohidrat tetapi tidak ada vitamin, mineral atau serat. Mi instan juga mengandung banyak lemak jenuh dan lemak trans. Ini padat kalori dan memberikan efek negatif pada kesehatan.
Cara dan Proses Pembuat Mie
Mie merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan (2008),
 mie merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung 
lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan 
lainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mie dapat dikategorikan 
sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi 
sebagai bahan pangan pokok. Menurut Juniawati (2003), mie merupakan 
produk pangan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen baik 
sebagai sarapan maupun sebagai makanan selingan.
Produk mie yang telah dikenal oleh masyarakat yaitu mie basah, mie 
mentah, mie kering dan mie instan. Produk-produk mie saat ini telah 
mengalami perkembangan dengan variasi campuran antara terigu sebagai 
bahan baku utama dengan bahan-bahan lain seperti umbi-umbian, 
kacang-kacangan dan sayur-sayuran yang tentu saja dapat meningkatkan 
kandungan gizi mie tersebut.
Pemanfaatan umbi-umbian dan kacang-kacangan di Indonesia sebagai bahan 
campuran pada pembuatan mie masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari 
konsumsi masyarakat yang luas terhadap umbi-umbian tetapi hanya untuk 
diolah dalam bentuk yang sederhana saja seperti direbus, digoreng, dan 
lain sebagainya.
Salah satu jenis umbi-umbian dan kacang-kacangan dan olahannya (tempe) 
yang dapat divariasikan pada pembuatan mie yaitu ubi jalar dan kacang 
tunggak. Ubi jalar dan kacang tunggak memiliki prospek yang sangat besar
 sebagai bahan baku industri pangan. Kandungan kimia ubi jalar cukub 
baik untuk dijadikan bahan pangan. Sebagai bahan pangan sumber energi, 
tiap 100 g ubi jalar mampu menyediakan energi sebesar 123 kalori. Ubi 
jalar selain menyediakan energi yang tinggi yang sebagian besar dalam 
bentuk karbohidrat, juga mempunyai kandungan karoten, asam askorbat, 
niacin, riboflavin, thiamin dan mineral yang tinggi.
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga 
Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup tinggi (25%). 
Selama ini ubi jalar dan kacang tunggak sebagian besar digunakan untuk 
bahan sayuran dan makanan seperti kue, gorengan, dan jajanan lainnya 
(Anonim, 2011b).
Tempe merupakan  salah satu hasil fermentasi kedelai (Susanto dan 
Suneto, 1994). Selain dari kacang kedelai, tempe dapat pula dibuat dari 
kacang tunggak. Nilai nutrisi tempe kacang tunggak cukup tinggi. Tiap 
100 g tempe mengandung 33 g protein, 2 g lemak,53 g karbohidrat, 3 g 
serat, dan 1 g abu. Dari karakteristik sensori, tempe kacang tunggak 
berbeda dengan tempe kedelai. tempe kacang tunggak mengandung p-caumaric
 acid (Senyawa fenilpropanoid) dan asam ferulat yang diduga memiliki 
aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Menurut Ardiansyah, asam ferulat 
pada tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandungan glukosa darah. 
Senyawa fenilpropanoid lainnya, yaitu p-caumaric acid mampu melemahkan 
zat nitrosamin, salah satu penyebab kanker yang mungkin terdapat dalam 
makanan.
Hampir diseluruh wilayah Indonesia, ubi jalar dan kacang tunggak dapat 
tumbuh dengan baik, sehingga bahan baku ubi jalar dan kacang tunggak 
mudah ditemui. Ubi jalar yang digunakan pada penelititian ini berasal 
dari daerah Gowa dan kacang tunggak berasal dari daerah Soppeng. Karena 
kandungan gizi (vitamin, mineral, protein dan karbohidrat) ubi jalar dan
 kacang tunggak cukup tinggi sehingga baik dimanfaatkan sebagai bahan 
tambahan dan subtitusi untuk produk mie.
A.  Mie
Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau 
segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “Intermediate 
moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai 
kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 
15-55% dengan kisaran aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).
Menurut Astawan (2008), apabila ditinjau dari bahan utamanya yaitu 
tepung terigu mie bukan merupakan makanan asli indonesia. Hampir seluruh
 dunia mengenal produk mie, walaupun nama, bentuk, bahan penyusun dan 
cara pembuatan berbeda. Dalam bahasa Inggris mie dikenal dengan nama 
noodle, dalam bahasa Jepang disebut ramen, udon dan kisimen, sedangkan 
dalam bahasa Itali dikenal sebagai spaghetti. Mie adalah salah satu 
jenis produk pasta yang ditemukan pertama kali oleh bangsa Tionghoa 
dengan membuatnya dari beras dan tepung kacang-kacangan. Mie disajikan 
dalam berbagai produk yaitu mie basah, mie kering dan mie instan. 
Beberapa mie tersebut mempunyai sifat berbeda tergantung dari proses 
pembuatan dan bahan tambahan yang digunakan.
Mie kering berasal dari mie mentah yang dikeringkan dengan kadar air 
sekitar 10%. Pengeringan dilakukan pada suhu 35-40°C dengan kelembaban 
70-75% selama ±5 jam. Mie instan atau mie siap hidang dibuat dari 
untaian mie (mie mentah) yang selanjutnya dikukus dan dikeringkan. 
Proses pengukusan dan pengeringan, akan memodifikasi pati sehingga 
dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah direhidrasi. Proses 
pengukusan dilakukan pada suhu 100 ºC selama 1-5 menit. Tahapan proses 
pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara 
penggorengan atau dengan cara pengeringan menggunakan hembusan udara 
panas. Proses penggorengan dilakukan pada suhu penggorengan 140°-160°C 
selama 1-2 menit. Produk akhir yang dihasilkan memiliki kadar minyak 
15–20% dan kadar air 2 – 5%. Jika proses pengeringan dilakukan dengan 
udara panas, maka digunakan suhu 70–90ºC selama 30-40 menit. Produk yang
 dihasilkan memiliki kadar minyak 3% dengan kadar air 8 – 12% (Anonim, 
2008).
Defenisi mie kering berdasarkan SNI 01-2974-1992 adalah produk makanan 
kering yang terbuat dari terigu atau gandum dengan atau tanpa penambahan
 bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan dengan 
bentuk khas berupa mie. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber 
energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi.
Mie yang dibuat tanpa penambahan STPP, CMC, atau gliserin, tingkat 
kekenyalan (elastis, tidak mudah putus) kurang sehingga agak lengket. 
Keawetannya pada suhu kamar hanya bertahan 12 jam sudah agak berbau asam
 dan mulai berlendir (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, 
bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang 
sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak banyak 
padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat 
menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan Marsono, 
1999).
Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bias dibuat tanpa mesin. 
Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. 
Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan 
dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di Negara asalnya, mie 
diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya agar harapan umur panjang
 bisa terkabul, konon mie harus harus dimakan tanpa memotong helaiannya 
yang panjang. Jadi, cukup digulung dengan garpu atau sumpit 
(Pratitasari, 2007).
Komposisi Kimia Mie 
Nilai gizi kandungan mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena 
selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Mutu 
atau resep yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai 
gizinyapun sangat bervariasi (Judoadmijojo,1985).
Data SNI 01-2974-1992 tentang standar mutu Mie kering
B. Ubi Jalar (Ipomea batatas L)
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman
 budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi 
dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar 
menjadi salah satu sumber  makanan pokok  yang  penting.
Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat 
sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena 
keindahan daunnya (Anonim, 2011a).
Menurut Juanda dan Bambang (2000), ubi jalar dibedakan atas beberapa golongan berdasarkan warna umbinya, yaitu sebagai berikut:
- Ubi jalar putih yaitu jenis ubi yang memiliki daging umbi yang berwarna putih misal varietas tembakur putih, tembakur ungu, solo dan jago
 - Ubi jalar kuning yaitu ubi yang memiliki daging umbi yang berwarna kuning misal varietas cicallo, sari, kidul, dan mendut
 - Ubi jalar orange yaitu jenis umbi yang memiliki daging umbi yang berwarna orange misal varietas puertorico, dan prambanan
 - Ubi jalar ungu yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi yang berwarna ungu muda sampai ungu tua.
 
Ubi jalar yang putih sangat baik diolah menjadi tepung karena daging 
umbinya yang lebih berwarna cerah dibanding ubi jalar lainnya.Selain itu
 ubi jalar berpotensi sebagai sumber karbohidrat, mineral dan vitamin. 
Ubi jalar mengandung vitamin A, vitamin C dan energi yang tinggi tetapi 
miskin protein
Keistimewaan ubi jalar dalam hal kandungan gizi terletak pada kandungan 
β-karoten yang cukup tinggi dibanding dengan tanaman pangan lainnya. 
Kandungan β-karoten ubi jalar mengandung 1100 UI dengan demikian ubi 
jalar sangat baik untuk mencegah penyakit mata. Namun tidak semua ubi 
jalar mengandung β-karoten yang tinggi, tetapi hanya varietas ubi jalar 
yang warna dagingnya berwarna kuning, jingga dan putih. Menurut Juanda 
dan Bambang (2000), membagi komposisi ubi jalar.
Steinbaeur dan Kushman (1971) mengatakan bahwa ubi jalar merupakan bahan
 pangan dengan gizi yang cukup tinggi karena merupakan sumber energi 
dalam bentuk gula dan karbohidrat. Selain itu ubi jalar juga mengandung 
berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti kalsium
 dan zat besi serta vitamin A dan C.
Ubi jalar tidak mempunyai komponen gluten yaitu suatu massa yang kohesif
 dan viskositas yang dapat meregang secara elastis. Gluten merupakan 
komponen terpenting dalam tepung terigu yang berupa protein glutenin dan
 gliadin yang telah beraksi dengan air sehingga membentuk massa yang 
elastis dan ekstensibel. Protein gliadin merupakan fraksi massa yang 
dapat larut dalam air sedangkan protein gluten bersifat lengket dan 
tidak larut dalam air. Menurut Somaatmadja (1985), sifat elastis gluten 
pada adonan menyebabkan mie tidak mudah putus pada proses pencetakan dan
 gelatinisasi.
C. Kacang Tunggak
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga 
Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup besar yaitu 
sekitar 25%. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Afrika Barat. Di 
samping toleran terhadap kekeringan kacang tunggak juga mampu mengikat 
nitrogen dari udara. Daun dan polongnya yang masih muda cukup nikmat 
bila dikonsumsi sebagai sayuran (Anonim, 2011b).
Mengingat secara umum konsumsi protein penduduk Indonesia adalah kurang,
 maka sangat perlu meningkatkan produksi pangan sumber protein yang 
murah, baik hewani maupun nabati. Jenis kacang-kacangan yang terdapat di
 Indonesia cukup potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang 
bergizi, aman dan sesuai dengan selera masyarakat. Misalnya produk atau 
olahan biji kacang tunggak, biji turi, koro benguk (Handayani, 1994).
Kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau dan gude. 
Bahkan, kadar vitamin B1 yang relatif lebih tinggi dari pada kacang 
hijau.
D. Tempe Kacang Tunggak
Tempe merupakan  salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup 
terkenal di Indonesia sebagai makanan sehari-hari dan merupakan makanan 
tradisional (Susanto dan Suneto, 1994). Tempe sering dianggap sebagai 
bahan makanan masyarakat golongan menengah ke bawah sehingga masyarakat 
merasa gengsi memasukkan tempe sebagai salah satu menu makanannya. Namun
 setelah diketahui manfaatnya secara pasti bagi kesehatan, tempe sebagai
 salah satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara 
pasti bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat 
(Suprapti, 2003).
Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan protein
 hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya 
akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya asam 
amino metionin dan miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe 
sebagai sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie 
campuran tepung singkong-terigu tanpa peningkatan harga yang cukup 
berarti (Astawan, 2008).
Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah 
dipotong-potong, diblansir (100 oC, 10 menit), lalu dikeringkan dengan 
oven (55oC, 24 jam), setelah kering, digiling dan diayak dengan ayakan 
berukuran 30-40 mesh (Astawan, 2008).
Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa 
mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu 
tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam 
makanan tambahan anak sepihan yang siap untuk dimasak (Sarwono, 2005).
Hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen 
Pertanian (BB Pascapanen) menunjukkan, kacang tunggak dapat diolah 
menjadi tempe tanpa harus disubstitusi dengan kedelai. Membuat tempe 
kacang tunggak hampir sama dengan tempe kedelai, yang berbeda hanya cara
 mengupas kulit biji. Kulit biji kacang tunggak lebih sulit dikupas 
disbanding kulit biji kedelai karena lebih tebal. Namun, hal itu dapat 
diatasi dengan mengupasnya secara kering. Sebelum diolah menjadi tempe, 
kulit kacang tunggak kering dikupas dengan mesin pengupas abrasif  
seperti yang digunakan pada industri susu  kedelai. Cara ini dapat 
menyingkat proses pembuatan tempe karena kacang tidak perlu direndam 
selama 24 jam dan tanpa direbus untuk mengupas kulit seperti pada 
kedelai. Kacang tunggak mengandung karbohidrat cukup tinggi, sehingga 
jika direbus cepat menjadi lunak, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 
menit. Selain itu, dengan dosis ragi 1% dari bobot kacang, proses 
fermentasi berlangsung sekitar 24 jam lebih singkat dari kacang kedelai 
(Balai Besar Pascapanen, 2008).
Nilai nutrisi tempe kacang tunggak cukup tinggi. Tiap 100 g tempe 
mengandung 33 g protein, 2 g lemak, 53 g karbohidrat, 3 g serat, dan 1 g
 abu. Dari karakteristik sensori, tempe kacang tunggak berbeda dengan 
tempe kedelai. Namun, berdasarkan uji preferensi, umumnya para responden
 cukup menyukai tempe kacang tunggak. Tempe kacang tunggak dapat diolah 
menjadi berbagai produk, seperti nugget tempe, keripik tempe, dan tempe 
bacem. Dengan demikian, tempe ini diharapkan disukai oleh berbagai 
kalangan dan tingkatan usia. Lalu bagaimana dengan kandungan nutrisi 
lainnya. Ternyata tempe kacang tunggak mengandung p-caumaric acid dan 
asam ferulat yang diduga memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat.
 Namun hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut. Menurut Ardiansyah, asam 
ferulat pada tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandungan glukosa 
darah. Senyawa fenilpropanoid lainnya, yaitu p-caumaric acid mampu 
melemahkan zat nitrosamin, salah satu penyebab kanker yang mungkin 
terdapat dalam makanan (Balai Besar Pascapanen, 2008).
Hal-hal yang berpengaruh terhadap pembuatan tempe yaitu penggunaan bahan
 baku dan campuran sangat menentukan kadar protein, lemak, karbohidrat, 
dan serat yang terkandung pada tempe. Semakin banyak bahan campuran yang
 ditambahkan semakin rendah kadar proteinnya. Cara pemasakan ( perebusan
 / pengukusan ) mempengaruhi kehilangan protein selama proses 
pembuatannya. Semakin lama pengukusan semakin banyak protein yang 
hilang. Antara pengukusan dan perebusan tidak jauh berbeda dalam 
kehilangan proteinnya. Dengan cara pengukusan akan lebih cepat kering 
dibandingkan dengan perebusan. Inokulum yang digunakan sangat 
mempengaruhi rasa. Hal ini karena pengaruh strain kapang dalam inokulum 
yang berbeda-beda satu sama lain. Kenampakan tempe putih / agak kuning 
dipengaruhi oleh jenis kedelai, bahan campuran, inokulum, dan juga 
selama proses pembuatannya juga meliputi cara perendaman, pengupasan 
kulit, pemasakan, inokulasi, pengukusan, serta inkubasi (Harli, 2004).
E.  Tepung Terigu 
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu 
diperoleh dari gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan 
terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk glutein 
pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada 
proses pencetakan dan pemasakan.  Mutu  terigu
yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar 
protein 8-12%, kadar abu 0,025-0,60% dan glutein basah 24-36% (Astawan, 
2008).
Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein yang 
tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan 
dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di 
musim dingin mengandung 14% protein (Kent, 1975).
Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan terigu
 jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga 
mie yang dihasilkan akan mejadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 
2006).
Menurut Astawan (2008) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung 
terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu:
- Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra Kembar.
 - Medium hard flour. terigu ini mengandung protein sebesar 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang segitiga biru.
 - Soft flour. terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang kunci biru.
 
Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie 
terdiri dari campuran dua jenis terigu hard flour dan medium hard flour.
 Pencampuran kedua jenis tepung tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan 
konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan menghasilkan tekstur,
 konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang bersangkutan (Astawan, 
2008).
F.  Tepung Tapioka
Tapioka kaya karbohidrat dan energi. Tapung ini juga tidak mengandung 
gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Karena mengandung linamarin, 
tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Secara awam, tapioka 
sering disebut sebagai tepung. Walaupun sama-sama berasal dari singkong,
 sesungguhnya tapioka sangat berbeda dengan tepung singkong. Tapioka 
bersifat  larut  di  dalam  air, sedangkan
tepung singkong tidak larut. Tapioka biasanya digunakan sebagai bahan 
pengental kuah ataupun sebagai bahan pengisi pada kue-kue kering 
(Anonim, 2011c).
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan untuk 
mengikat air dalam adonan. Salah satu bahan yang digunakan sebagai 
pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk  memperbaiki 
 stabilitas   emulsi,  menurunkan  penyusutan  akibat pemasakan, memberi
 warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur 
yang padat dan menarik air dari adonan (Azwar, 1995).
Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi 
singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan 
dengan ampasnya. Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang 
mengendap tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh
 butiran-butiran pati halus berwarna putih, yang disebut tapioka 
(Anonim, 2011c).
Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstrak ubi kayu melalui 
proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan 
pengeringan. Pati terdiri dari dua komponen yang dapat dipisahkan yaitu 
amilosa dan amilopketin. Perbandingan amilosa dan amilopektin secara 
umum adalah 20% dan 70% dari jumlah pati total. Kedua jenis pati ini 
mudah dibedakan berdasarkan reaksinya terhadap iodium, yaitu amilosa 
berwarna biru dan amilopektin berwarna kemerahan. Kadar pati pada ubi 
kayu yaitu 65,5-74,1% (Astawan, 2008).
Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan 
pengikat dalam industri pangan, seperti dalam pembuatan puding, sup, 
makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan 
lain sebagainya. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan baku 
pewarna putih alami pada industri pangan dan industri tekstil. Umumnya 
tapioka digunakan sebagai pengental pada tumisan karena efeknya bening 
dan kental saat dipanaskan. Tepung sagu juga dapat digunakan untuk 
mengentalkan, hanya saja warna yang di hasilkan sedikit keruh. Tapioka 
tidak cocok digunakan untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras
 setelah dingin beberapa lama. Selain sebagai pengental, tapioka juga 
digunakan untuk pengenyal pada bakso, pengganti sagu pada pempek 
palembang,  juga  sebagai  bahan  baku kerupuk. Ada  juga  yang  membuat
 cendol berbahan baku tapioka. Bila kita jalan-jalan kemal, sering kali 
kita menemukan penjual minuman bubble drink yang sebenarnya terbuat dari
 tepung tapioka (Anonim, 2011c).
Pati ubi kayu atau tapioka adalah hasil ekstraksi dari ubi kayu yang 
banyak digunakan untuk industri. Kandungan pati dalam ubi kayu berkisar 
antara 19-21%. Proses pemisahan pati bervariasi mulai dari industri 
rumah atau pengrajin sampai dengan skala industri besar (Fardiaz, 1986).
Pati terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa yang larut dalam air panas 
serta mempunyai struktur lurus dengan ikatan α 1,4-D glukosa, dan fraksi
 kedua adalah amilopektin yang tidak larut dalam air panas serta 
memiliki cabang dengan ikatan α 1,4 dan 1,6 D glukosa sebanyak 4-5 % 
dari keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Winarno, 2004).
Nilai energi dan karbohidrat tapioka tidak kalah dari nasi atau olahan 
tepung terigu. Konsumsi 100 gram makanan olahan tapioka setara dengan 
100 gram nasi atau roti. Karena itu, kurang tepat mengonsumsi makanan 
olahan tapioka sebagai camilan (Anonim, 2011c).
G. Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Sodium metabisulfit atau Natrium metabisulfit merupakan salah satu 
pengawet makanan anorganik. Senyawa yang memiliki penampakan kristal 
atau bubuk berwarna putih ini bersifat mudah larut dalam air dan sedikit
 larut dalam alkohol. Sodium metabisulfit memiliki berat molekul 190,12.
 Densitas kamba senyawa ini adalah 1,2-1,3 kg/l dan titik leburnya 150 
°C. Padatan sodium metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan tampak
 berwarna kuning pucat hingga jernih (Anonim, 2011d).
Seperti umumnya buah-buahan mengalami pencokelatan setelah dikupas. Hal 
ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi 
pencoklatan akibat pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan tersebut 
(browning enzymatic). Pencokelatan karena enzim merupakan reaksi antara 
oksigen dan suatu senyawa  phenol yang dikatalisis polyphenol oksidase 
(Widowati, 2005)
Menurut Tjahyadi (2000), penanggulangan reaksi enzimatik dan non 
enzimatik pada kentang, dapat dicegah dengan dilakukan blansing dalam 
larutan natrium metabisulfit selama 1 menit  pada  suhu 80-85 oC. Proses
 blansing dengan larutan natrium metabisulfit selain dapat menonaktifkan
 enzim yang menyebabkan pencoklatan, juga akan membuat penampakan
dari irisan kentang menjadi lebih baik, dimana blansing dapat membuat 
sel membran bahan menjadi lebih permeabel yang akan membantu dalam 
proses pengeringan.
Menurut Buckle et al., (1987), dalam konsentrasi tinggi, penggunaan 
sulfit akan ditolak karena akan berpengaruh kepada rasa dari bahan 
makanan, dimana sulfit akan bergabung dengan komponen aldehida dan keton
 dari beberapa bahan pangan.
Batas maksimum penggunaan Na-metabisulfit yang dapat digunakan dalam 
pengolahan bahan makanan menurut Departemen Kesehatan RI adalah 2 g/kg 
berat bahan. FDA menyarankan maksimum penggunaan sulfit pada level 
konsentrasi 2000 ppm (Desrosier, 1988).
H. Bahan Tambahan pada Pembuatan Mie
1.  Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu 
protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak muda 
terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saos mie 
waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena 
pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan menyerap air (daya 
dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2008).
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur 
terdapat lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat 
mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. 
Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam 
(Astawan, 2008).
Membuat mie sebenarnya sangat mudah, cepat, praktis dengan bahan yang 
sederhana. Ditambahkan kuning telur juga lebih baik, namun airnya harus 
dikurangi. Karena kuning telur kadar airnya sekitar 50 ml. maka air yang
 akan digunakan sebaiknya dikurangi agar campurannya pas (Anonim, 2007).
2.  Garam 
Garam dapur selain untuk memberi rasa, juga memperkuat tekstur mie, 
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, serta untuk mengikat 
air. Garam dapur akan menghambat aktivitas enzim amylase sehingga mie 
tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 
2008).
Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan dan 
mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam pembuatan mie pada umumnya 
ditambahkan 2-3% garam ke dalam adonan mie. Jumlah ini merupakan control
 terhadap α-amilase jika aktivitas rendah (Widyaningsih dan Murtini, 
2006).
3.  Air 
Air berfungsi sebagai media rekasi antara gluten dengan karbohidrat, 
larutan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan 
sebaiknya memiliki pH 6-9. Makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan 
tidak mudah patah karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya pH. 
Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan 
sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak 
berasa (Astawan, 2008).
Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 23-38% dari campuran 
bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38% adonan akan menjadi 
sangat lengket dan jika kurang 28% adonan akan menjadi sangat rapuh 
sehingga sulit dicetak (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara 
glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal 
dari glutein (Soenaryo, 1985).
4.  CMC (Carboxylmetil Cellulose)
Carboxymethyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering
 dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. 
Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, 
pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan
 penyebaran antibiotic. Pada pembuatan es krim CMC akan memperbaiki 
tekstur dan Kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus (Winarno, 
2004).
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik untuk memperbaiki penampakan tekstur
 dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat
 air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang 
dibentuk oleh CMC (Fardiaz,1986).
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang 
tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan
 lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau 
bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu 
berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non  polar 
(Suryani, et al., 2002).
Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC dapat 
mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, 
mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang ditambahkan
 untuk pembuatan mie antara 0,5-1% dari berat tepung terigu. Penggunaan 
yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya
 rehidrasi mie menjadi berkurang (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
5.  Sodium Karbonat (Soda abu)
Sodium karbonat atau soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat 
dan kalium karbonat (perbandingan1:1). Berfungsi untuk mempercepat 
pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, 
meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal 
(Astawan, 2008).
Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses 
pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang dibuat 
dari air rendaman abu merang padi. Pada air qi ini tinggi kandungan 
mineralnya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bahan pengembang seperti amonium karbonat atau ammonium bikarbonat juga 
digunakan. Tapi garam-garam ini terurai pada suhu tinggi. Garam KHCO3 
jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan sedikit menimbulkan 
rasa pahit (Winarno, 2004).
Soenaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat telah
 sejak dulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie. Komponen 
tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan 
elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan kehalusan 
tekstur (Na2CO3).
I. Metode Pembuatan Mie
Oh, et al., (1983) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan segar meliputi
 pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan.
1.  Pencampuran 
Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu dengan 
larutan alkali kedalam suatu alat yang disebut mixer dan diaduk secara 
otomatis. Tujuannya agar tepung terigu terhidrasi (menyerap air) 
sehingga bercampur dengan merata. Penambahan air menyababkan serat-serat
 gluten mengembang karena gluten menyerap air (Ubaidillah, 2000).
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak 
kacang. Pencampuran dapat dengan tangan atau mixer sampai membentuk 
adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan 
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, 
membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk 
jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik 
faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu
 pengadukan dan temperature (Soenaryo, 1985).
Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang 
ditambahkan, lama pengadukan, dan suhu adonan. Air yang ditambahkan 
umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih 
dari 38%, adonan akan menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air 
kurang dari 28% menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan sulit untuk 
dibentuk menjadi lembaran (Astawan, 2008).
2.  Pengadukan 
Proses pengadukan menyebabkan serat glutein sering tertarik tersusun 
berselang dan terbungkus dalam pati sehingga diperoleh adonan yang lunak
 dan elastis. Adonan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor 
diantaranya jumlah air yang ditambahkan tergantung dari jenis tepung 
terigunya, sekitar 28-38%. Semakin lama penyimpanan terigu semakin 
sedikit air yang ditambahkan. Jika jumlahnya melebihi batas 38%, 
biasanya adonan menjadi basah dan menyulitakan dalam proses selanjutnya.
 Jika kurang adonan menjadi rapuh. Keadaan mutu adonan juga dipengaruhi 
oleh kelembapan suhu sekelilingnya (Ubaidillah, 2000).
Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan 
diaduk dalam mixer berkapasitas 125 kg selama 2 menit. Selanjutnya, 
ditambahkan larutan pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering 
tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang dicirikan dengan 
struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket, 
dan tidak mudah terberai, lunak serta lembut (Astawan, 2008).
3.  Pengepresan 
Setelah mendapat adonan yang diinginkan, maka adonan tersebut dimasukkan
 kedalam mesin pres (roll press). Dalam roll press serat gluten yang 
tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan tekanan diantara 
roller. Pengepresan ini dilakukan  secara  berulang-ulang  melalui pengaturan tekanan roller. Mula-mula tekanan ringan sampai tekanan berat
 sehingga diperoleh lembaran adonan dengan keetebalan tertentu yaitu 
tekstur yang diinginkan (Ubaidillah, 2000).
Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder) masuk 
kedalam mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi 
lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik keatu arah 
sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan 
meningkatnya kehalusan dan elastisitas mie. Tujuan tersebut dicapai 
dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang diantara dua rol logam. 
Jarak antara rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang 
diinginkan (Astawan, 2008).
4.  Penyisiran (Slitting)
Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk kedalam 
mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan
 selera konsumen (Ubaidillah, 2000).
Lembaran tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (Stiller) yang 
berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang. 
Kerapatan gelombang ini dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net 
stiller atau net steam (Astawan, 2008).
Proses pembentukan/pemotongan mie dilakukan dengan alat pencetak mie 
(roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh listrik. 
Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga 
terbentuk mie yang panjang (Widianingsih dan Murtini, 2006).
5.  Pengukusan (Steaming)
Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan 
pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi 
gluten. Menurut Astawan, (2008) gelatinisasi ini dapat menyebabkan:
- Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie
 - Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie
 - Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih muda dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%
 
Untaian mie diangkut oleh retainer secara perlahan-lahan melalui 
terowongan (tunnel) yang penuh dengan uap air selama 80-90 detik dengan 
menggunakan uap bertekanan 0,5-1 atm. Pengukusan ini bertujuan agar mie 
menjadi matang (Ubaidillah, 2000).
Peluang Bisnis - Mie Dari Bahan Non Gandum 
Semoga 2 tulisan di atas bisa memberikan edukasi, inspirasi dan motivasi kepada teman-teman UMKM yang memiliki kemampian dan ketrampilan membuat mie dari bahan non gandum. Pada tulisan pertama terlihat betapa besar peluang pasar untuk produk mie dan tulisan yang kedua lebih ke arah bagaimana proses pembuatan mie dari bahan gandum dan campurannya. 
Beberapa hal penting yang perlu dilakukan oleh teman-teman UMKM sebelum membuat konsep bisnis produksi mie non gandum adalah:
- Bahwa produk mie yang akan dibuat haruslah memenuhi cita rasa kebanyakan orang Indonesia.
 - Bahwa produk mie yang akan dibuat haruslah aman dari bahan-bahan yang membahayakan kesehatan dan harus diproses dengan bersih dan halal.
 - Bahwa kandungan gizi dari produk mie yang akan dibuat harus memenuhi standard tertentu.
 - Bahwa produk mie yang akan dibuat harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mampu dikembangkan secara massal dan produk ini harus mampu bersaing dengan produk mie gandum yang sudah ada di pasaran.
 - Bahwa produk mie yang akan dibuat sudah mempertimbangkan ketersediaan bahan baku untuk menjamin kapasitas dan kontinuitas supply produk.
 - Bahwa produk mie yang akan dibuat harus sudah mempertimbangan teknologi terkini, meskipun sederhana, yang menjamin efisiensi dan efektivitas proses produksi.
 - Bahwa produk mie yang akan dibuat harus sudah mempertimbangkan desain kemasan yang menarik dan menjual.
 
Hal-hal tersebut di atas sangat penting dalam hal pemasaran dan promosi produk pasca produksi, meskipun jelas bahwa peluang pasar masih sangat terbuka lebar. 
Bahan-bahan yang paling memungkinkan untuk produksi mie non gandum ini adalah singkong dan jagung, disamping mungkin ada alternatif lain yang lahir dari buah kreativitas UMKM di Jawa Tengah. Beberapa produk mie singkong dan mie jagung sudah ada yang memproduksi di Jawa Tengah, tetapi kapasitas dan skalanya masih sangat kecil, dan belum banyak dikenal masyarakat.
Mie singkong, mie ini juga baik untuk kesehatan. Selain singkong 
sebagai bahan alami ini juga sebagai pengganti makanan yang kadar 
gulanya tinggi. Untuk ketelanya saja bisa sebagai obat sakit maag 
apalagi kalau dibuat sebagai mie tentu banyak juga mafaatnya ya. Selain 
itu harganya juga terjangkau dan memenuhi syarat kesehatan serta tidak 
mengandung bahan pengawet pula. Boleh kok anda mencoba dirumah.
Bahan untuk Pembuatan Mie Singkong
Beberapa bahan untuk Pembuatan Mie Singkong:
- 15 kg Singkong / ketela pohon
 - 50 cc Air kapur sirih
 - 250 gr Minyak Goreng
 - 25 gr Garam
 
Cara Membuat Mie Singkong
Berikut ini adalah Cara Membuat Mie Singkong
- Kupas singkong, cuci bersih, parut
 - Tambahkan air dan aduk hingga rata
 - Masukkan dalam keranjang / wadah yang berlubang dan diletakkan di atas ember/Waskom sehingga air bisa mengalir ke bawah
 - Kira-kira 3 s/d 4 jam air endapan dibuang, sisihkan pati/acinya, jemur
 - Ampas singkong dijemur selama 1 hari
 - Masukkan ampas yang telah dijemur kedalam keranjang, tutup selama 1 malam (supaya kelembapan sama)
 - Pagi hari ampas singkong ditumbuk, tambahkan garam, sisihkan
 - Rebus air dalam panic secukupnya hingga mendidih
 - Masukkan singkong yang telah ditumbuk kedalam Waskom
 - Tambahkan pati/aci singkong dan air kapur sirih
 - Masukkan air mendidih sedikit demi sedikit, sambil diuleni/diaduk hingga kalis dan tidak lengket
 - Buat bulatan/gumpalan sebesar bola tenes, kukus hingga kematangan sekitar 2 cm dari luar
 - Angkat dari api dan uleni panas-panas hingga tercampur rata
 - Gilas tipis, angin-anginkan sekitar 1 s/d 2 jam
 - Rajang lembaran singkong hingga menjadi mie
 - Rebus air hingga mendidih
 - Masukkan mie mentah ke dalam keranjang bambo, masukkan dalam rebus air selama 1 s/d 2 menit, angkat
 - Hamparkan pada nyiur /tampah, olesi dengan minyak goring telah matang (untuk menggoreng bawang merah)
 - Bakmi siap dinikmati dengan ditambah sayuran, bawang merah goring seledri yang telah diiris tipis.
 
Untuk skala industri tentukan berbeda dengan resep di atas, tetapi secara empiris bisa dikembangkan dari cara-cara di atas. Selamat mencoba dan semoga menginspirasi.

Yg jual mie ini mna ya
BalasHapus