Peluang Bisnis - Produksi Mie Dari Bahan Non Gandum

Beberapa tulisan di bawah ini sengaja kami kombinasikan untuk membuka cakrawala bisnis kepada teman-teman UMKM yang berminat untuk produksi mie non gandum yang bahan-bahannya berasal dari produk lokal Jawa Tengah, bukan produk impor. 


Mie Singkong
 

Wah! Orang Indonesia makan mie instan 14,9 miliar bungkus

Konsumsi mie instan masyarakat Indonesia mencapai 14,9 miliar bungkus, itu sepanjang tahun 2013. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 1 miliar per bungkus pada kasus yang sama pada 2009.

Dengan kata lain, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi sekitar 60-61 bungkus atau 1,5 dus mie instan pada tahun 2013. Data-data tersebut ditetapkan oleh World Instant Noodles Association (WINA), di mana Indonesia merupakan negara kedua yang mengonsumsi mie instan paling banyak.

Meningkatnya konsumsi mie instan di Indonesia ini menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menandakan buruknya kedaulatan pangan di Indonesia.

“Pertama menandakan kita tidak punya kedaulatan pangan sehingga kita menjadikan mie instan sebagai menu utama. Apalagi bahan baku pembuatan mie instan impor semua. Seharusnya pemerintah mendesain soal kedaulatan pangan,” ujar Tulus sebagaimaa dikutip Merdeka.com, Selasa 24 Maret 2015.

Tulus mengatakan, kampanye pemerintah saat ini justru mengimbau masyarakat untuk mengurangi konsumsi nasi. Padahal seharusnya, kata Tulus, pemerintah justru mengkampanyekan kurangi konsumsi mie instan. Apalagi dengan bahan baku pembuatan mie instan diimpor semua.

“Di satu sisi pemerintah justru mengkampanyekan kurangi beras. Seharusnya kampanye kurangi mie instan bukan beras, sama iklan di TV harus dikurangi. Politik kebijakan pangan keliru dan promosi mie instan selalu kuat merangsang daya beli masyarakat,” ujarnya.

Tulus lebih lanjut mengatakan, untuk dampak negatif dari konsumsi mie instan BPOM juga harus berperan. Yakni dengan membatasi komponen bumbu pada mie instan agar tidak terlalu banyak MSG-nya dan aman untuk kesehatan masyarakat.

“Sebenarnya gini kalau yang menjadi dampak negatif mie instan bumbunya itu, pemerintah mengatur itu dari BPOM membatasi berapa komponen garam, mecin. Sebenarnya naiknya konsumsi mie instan hal yang membahayakan, menghantam sisi kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Adapun solusinya, Tulus berharap pemerintah dapat mendesain kedaulatan pangan yang baik. Seperti pembuatan mie instan sendiri dari bahan-bahan lokal.

“Memasok bahan panganan lokal, boleh mie instan dari bahan singkong atau ubi tidak impor,” tutupnya.
Mie instan selama ini memang bisa meredam rasa lapar. Meskipun demikian, makanan cepat saji ini tidak bisa menggantikan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Apalagi dengan bumbu buatan dan pengawet kimia, tentu saja semakin membahayakan kesehatan tubuh.

Lantas apa saja bahaya terlalu sering makan mie instan? Inilah daftar lengkap bahayanya kalau sering makan mie instan menurut Doktersehat.com :

1.Menyebabkan kanker
 
Permukaan mie instan dilapisi oleh lilin, inilah kenapa mie tidak pernah lengket satu sama lain. Lilin ini sangat membahayakan kesehatan tubuh, karena tubuh kita butuh waktu lama untuk mencerna lilin ini, yakni sekitar dua hari.
Jika zat ini terus menumpuk dalam tubuh, kemungkinan kita untuk terkena penyakit kanker sangatlah tinggi. Misalnya, kanker hati, usus, atau leukimia. Tidak hanya lilin dari mie instan, bumbunya pun yang mengandung banyak zat aditif seperti MSG yang bisa menjadi pemicu kanker dalam tubuh.
Banyak kasus nyata tentang orang yang sakit dan diduga disebabkan karena terlalu banyak mengkonsumsi mie instan.

2.Chinese restaurant syndrome
 
Bahaya makan mie instan yang satu ini lebih mirip keracunan, hal ini disebabkan oleh MSG yang terdapat pada bumbu mie instan. Ada beberapa orang yang tidak tahan dengan MSG, lalu kemudian merasa pusing dan sesak nafas. Namun penyakit ini tidak terlalu fatal, karena akan sembuh setelah 2-3 jam kemudian.

3.Kerusakan jaringan otak
 
Mengkonsumsi mie instan terus-menerus sama dengan menumpuk zat-zat kimia berbahaya dalam tubuh dan efeknya bisa merusakkan sel-sel jaringan otak. Akibatnya, akan terjadi penurunan transmisi sinyal dalam otak. Selain itu, kerusakan jaringan sel otak ini juga akan memicu penyakit-penyakit lain seperti stroke atau kelumpuhan.

4.Keguguran
 
Sejumlah wanita hamil yang makan mi instan selama kehamilan mengalami keguguran, hal ini karena kandungan bumbu dan pengawet pada mi instan dapat mempengaruhi perkembangan janin.

5.Gangguan metabolisme
 
Konsumsi mi instan jangka panjang dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, hal ini disebabkan akumulasi dari zat-zat kimia beracun seperti pewarna makanan, pengawet dan aditif dalam mie.

6.Kerusakan organ
 
Mi instan mengandung propylene glycol, bahan anti-beku yang mencegah mi dari pengeringan dengan mempertahankan kelembaban. Tubuh menyerap zat tersebut dengan mudah dan terakumulasi di jantung, hati dan ginjal. Hal ini menyebabkan kerusakan dan kelainan organ, dan juga melemahkan sistem kekebalan tubuh.

7.Obesitas
 
Mi instan adalah salah satu penyebab utama obesitas, hindari mi instan karena mengandung sejumlah besar lemak dan natrium yang menyebabkan retensi air dalam tubuh.

8.MSG
 
Monosodium glutamate (MSG) digunakan untuk meningkatkan rasa mi, sekitar 1-2 persen dari populasi alergi terhadap MSG. Ketika orang-orang yang alergi terhadap MSG mengonsumsinya, maka akan dapat menyebabkan rasa terbakar, panas di dada, kemerahan pada wajah, atau nyeri dan sakit kepala.

9.Tinggi natrium
 
Mi instan juga mengandung jumlah natrium yang tinggi, kelebihan konsumsi natrium bisa menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, stroke dan kerusakan ginjal. Jadi, hindari konsumsi mi instan berlebihan.

10.Junk food
 
Mi instan hanya dapat dianggap sebagai junk food dan tidak pernah menggantikan makanan bernutrisi, hal ini karena mengandung sejumlah besar karbohidrat tetapi tidak ada vitamin, mineral atau serat. Mi instan juga mengandung banyak lemak jenuh dan lemak trans. Ini padat kalori dan memberikan efek negatif pada kesehatan. 


Cara dan Proses Pembuat Mie
 
Mie merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan (2008), mie merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mie dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan pokok. Menurut Juniawati (2003), mie merupakan produk pangan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen baik sebagai sarapan maupun sebagai makanan selingan.
Produk mie yang telah dikenal oleh masyarakat yaitu mie basah, mie mentah, mie kering dan mie instan. Produk-produk mie saat ini telah mengalami perkembangan dengan variasi campuran antara terigu sebagai bahan baku utama dengan bahan-bahan lain seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan sayur-sayuran yang tentu saja dapat meningkatkan kandungan gizi mie tersebut.
Pemanfaatan umbi-umbian dan kacang-kacangan di Indonesia sebagai bahan campuran pada pembuatan mie masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari konsumsi masyarakat yang luas terhadap umbi-umbian tetapi hanya untuk diolah dalam bentuk yang sederhana saja seperti direbus, digoreng, dan lain sebagainya.
Salah satu jenis umbi-umbian dan kacang-kacangan dan olahannya (tempe) yang dapat divariasikan pada pembuatan mie yaitu ubi jalar dan kacang tunggak. Ubi jalar dan kacang tunggak memiliki prospek yang sangat besar sebagai bahan baku industri pangan. Kandungan kimia ubi jalar cukub baik untuk dijadikan bahan pangan. Sebagai bahan pangan sumber energi, tiap 100 g ubi jalar mampu menyediakan energi sebesar 123 kalori. Ubi jalar selain menyediakan energi yang tinggi yang sebagian besar dalam bentuk karbohidrat, juga mempunyai kandungan karoten, asam askorbat, niacin, riboflavin, thiamin dan mineral yang tinggi.
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup tinggi (25%). Selama ini ubi jalar dan kacang tunggak sebagian besar digunakan untuk bahan sayuran dan makanan seperti kue, gorengan, dan jajanan lainnya (Anonim, 2011b).
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai (Susanto dan Suneto, 1994). Selain dari kacang kedelai, tempe dapat pula dibuat dari kacang tunggak. Nilai nutrisi tempe kacang tunggak cukup tinggi. Tiap 100 g tempe mengandung 33 g protein, 2 g lemak,53 g karbohidrat, 3 g serat, dan 1 g abu. Dari karakteristik sensori, tempe kacang tunggak berbeda dengan tempe kedelai. tempe kacang tunggak mengandung p-caumaric acid (Senyawa fenilpropanoid) dan asam ferulat yang diduga memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Menurut Ardiansyah, asam ferulat pada tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandungan glukosa darah. Senyawa fenilpropanoid lainnya, yaitu p-caumaric acid mampu melemahkan zat nitrosamin, salah satu penyebab kanker yang mungkin terdapat dalam makanan.
Hampir diseluruh wilayah Indonesia, ubi jalar dan kacang tunggak dapat tumbuh dengan baik, sehingga bahan baku ubi jalar dan kacang tunggak mudah ditemui. Ubi jalar yang digunakan pada penelititian ini berasal dari daerah Gowa dan kacang tunggak berasal dari daerah Soppeng. Karena kandungan gizi (vitamin, mineral, protein dan karbohidrat) ubi jalar dan kacang tunggak cukup tinggi sehingga baik dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dan subtitusi untuk produk mie.
A. Mie
Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “Intermediate moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan kisaran aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).
Menurut Astawan (2008), apabila ditinjau dari bahan utamanya yaitu tepung terigu mie bukan merupakan makanan asli indonesia. Hampir seluruh dunia mengenal produk mie, walaupun nama, bentuk, bahan penyusun dan cara pembuatan berbeda. Dalam bahasa Inggris mie dikenal dengan nama noodle, dalam bahasa Jepang disebut ramen, udon dan kisimen, sedangkan dalam bahasa Itali dikenal sebagai spaghetti. Mie adalah salah satu jenis produk pasta yang ditemukan pertama kali oleh bangsa Tionghoa dengan membuatnya dari beras dan tepung kacang-kacangan. Mie disajikan dalam berbagai produk yaitu mie basah, mie kering dan mie instan. Beberapa mie tersebut mempunyai sifat berbeda tergantung dari proses pembuatan dan bahan tambahan yang digunakan.
Mie kering berasal dari mie mentah yang dikeringkan dengan kadar air sekitar 10%. Pengeringan dilakukan pada suhu 35-40°C dengan kelembaban 70-75% selama ±5 jam. Mie instan atau mie siap hidang dibuat dari untaian mie (mie mentah) yang selanjutnya dikukus dan dikeringkan. Proses pengukusan dan pengeringan, akan memodifikasi pati sehingga dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah direhidrasi. Proses pengukusan dilakukan pada suhu 100 ºC selama 1-5 menit. Tahapan proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara penggorengan atau dengan cara pengeringan menggunakan hembusan udara panas. Proses penggorengan dilakukan pada suhu penggorengan 140°-160°C selama 1-2 menit. Produk akhir yang dihasilkan memiliki kadar minyak 15–20% dan kadar air 2 – 5%. Jika proses pengeringan dilakukan dengan udara panas, maka digunakan suhu 70–90ºC selama 30-40 menit. Produk yang dihasilkan memiliki kadar minyak 3% dengan kadar air 8 – 12% (Anonim, 2008).
Defenisi mie kering berdasarkan SNI 01-2974-1992 adalah produk makanan kering yang terbuat dari terigu atau gandum dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan dengan bentuk khas berupa mie. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi.
Mie yang dibuat tanpa penambahan STPP, CMC, atau gliserin, tingkat kekenyalan (elastis, tidak mudah putus) kurang sehingga agak lengket. Keawetannya pada suhu kamar hanya bertahan 12 jam sudah agak berbau asam dan mulai berlendir (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan Marsono, 1999).
Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bias dibuat tanpa mesin. Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di Negara asalnya, mie diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya agar harapan umur panjang bisa terkabul, konon mie harus harus dimakan tanpa memotong helaiannya yang panjang. Jadi, cukup digulung dengan garpu atau sumpit (Pratitasari, 2007).
Komposisi Kimia Mie 
Nilai gizi kandungan mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Mutu atau resep yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinyapun sangat bervariasi (Judoadmijojo,1985).
Data SNI 01-2974-1992 tentang standar mutu Mie kering
B. Ubi Jalar (Ipomea batatas L)
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting.
Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daunnya (Anonim, 2011a).
Menurut Juanda dan Bambang (2000), ubi jalar dibedakan atas beberapa golongan berdasarkan warna umbinya, yaitu sebagai berikut:
  1. Ubi jalar putih yaitu jenis ubi yang memiliki daging umbi yang berwarna putih misal varietas tembakur putih, tembakur ungu, solo dan jago
  2. Ubi jalar kuning yaitu ubi yang memiliki daging umbi yang berwarna kuning misal varietas cicallo, sari, kidul, dan mendut
  3. Ubi jalar orange yaitu jenis umbi yang memiliki daging umbi yang berwarna orange misal varietas puertorico, dan prambanan
  4. Ubi jalar ungu yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi yang berwarna ungu muda sampai ungu tua.
Ubi jalar yang putih sangat baik diolah menjadi tepung karena daging umbinya yang lebih berwarna cerah dibanding ubi jalar lainnya.Selain itu ubi jalar berpotensi sebagai sumber karbohidrat, mineral dan vitamin. Ubi jalar mengandung vitamin A, vitamin C dan energi yang tinggi tetapi miskin protein
Keistimewaan ubi jalar dalam hal kandungan gizi terletak pada kandungan β-karoten yang cukup tinggi dibanding dengan tanaman pangan lainnya. Kandungan β-karoten ubi jalar mengandung 1100 UI dengan demikian ubi jalar sangat baik untuk mencegah penyakit mata. Namun tidak semua ubi jalar mengandung β-karoten yang tinggi, tetapi hanya varietas ubi jalar yang warna dagingnya berwarna kuning, jingga dan putih. Menurut Juanda dan Bambang (2000), membagi komposisi ubi jalar.
Steinbaeur dan Kushman (1971) mengatakan bahwa ubi jalar merupakan bahan pangan dengan gizi yang cukup tinggi karena merupakan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat. Selain itu ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti kalsium dan zat besi serta vitamin A dan C.
Ubi jalar tidak mempunyai komponen gluten yaitu suatu massa yang kohesif dan viskositas yang dapat meregang secara elastis. Gluten merupakan komponen terpenting dalam tepung terigu yang berupa protein glutenin dan gliadin yang telah beraksi dengan air sehingga membentuk massa yang elastis dan ekstensibel. Protein gliadin merupakan fraksi massa yang dapat larut dalam air sedangkan protein gluten bersifat lengket dan tidak larut dalam air. Menurut Somaatmadja (1985), sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan mie tidak mudah putus pada proses pencetakan dan gelatinisasi.
C. Kacang Tunggak
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup besar yaitu sekitar 25%. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Afrika Barat. Di samping toleran terhadap kekeringan kacang tunggak juga mampu mengikat nitrogen dari udara. Daun dan polongnya yang masih muda cukup nikmat bila dikonsumsi sebagai sayuran (Anonim, 2011b).
Mengingat secara umum konsumsi protein penduduk Indonesia adalah kurang, maka sangat perlu meningkatkan produksi pangan sumber protein yang murah, baik hewani maupun nabati. Jenis kacang-kacangan yang terdapat di Indonesia cukup potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bergizi, aman dan sesuai dengan selera masyarakat. Misalnya produk atau olahan biji kacang tunggak, biji turi, koro benguk (Handayani, 1994).
Kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau dan gude. Bahkan, kadar vitamin B1 yang relatif lebih tinggi dari pada kacang hijau.
D. Tempe Kacang Tunggak
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup terkenal di Indonesia sebagai makanan sehari-hari dan merupakan makanan tradisional (Susanto dan Suneto, 1994). Tempe sering dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan menengah ke bawah sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe sebagai salah satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara pasti bagi kesehatan, tempe sebagai salah satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara pasti bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat (Suprapti, 2003).
Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya asam amino metionin dan miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung singkong-terigu tanpa peningkatan harga yang cukup berarti (Astawan, 2008).
Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah dipotong-potong, diblansir (100 oC, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven (55oC, 24 jam), setelah kering, digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 30-40 mesh (Astawan, 2008).
Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan tambahan anak sepihan yang siap untuk dimasak (Sarwono, 2005).
Hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) menunjukkan, kacang tunggak dapat diolah menjadi tempe tanpa harus disubstitusi dengan kedelai. Membuat tempe kacang tunggak hampir sama dengan tempe kedelai, yang berbeda hanya cara mengupas kulit biji. Kulit biji kacang tunggak lebih sulit dikupas disbanding kulit biji kedelai karena lebih tebal. Namun, hal itu dapat diatasi dengan mengupasnya secara kering. Sebelum diolah menjadi tempe, kulit kacang tunggak kering dikupas dengan mesin pengupas abrasif seperti yang digunakan pada industri susu kedelai. Cara ini dapat menyingkat proses pembuatan tempe karena kacang tidak perlu direndam selama 24 jam dan tanpa direbus untuk mengupas kulit seperti pada kedelai. Kacang tunggak mengandung karbohidrat cukup tinggi, sehingga jika direbus cepat menjadi lunak, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Selain itu, dengan dosis ragi 1% dari bobot kacang, proses fermentasi berlangsung sekitar 24 jam lebih singkat dari kacang kedelai (Balai Besar Pascapanen, 2008).
Nilai nutrisi tempe kacang tunggak cukup tinggi. Tiap 100 g tempe mengandung 33 g protein, 2 g lemak, 53 g karbohidrat, 3 g serat, dan 1 g abu. Dari karakteristik sensori, tempe kacang tunggak berbeda dengan tempe kedelai. Namun, berdasarkan uji preferensi, umumnya para responden cukup menyukai tempe kacang tunggak. Tempe kacang tunggak dapat diolah menjadi berbagai produk, seperti nugget tempe, keripik tempe, dan tempe bacem. Dengan demikian, tempe ini diharapkan disukai oleh berbagai kalangan dan tingkatan usia. Lalu bagaimana dengan kandungan nutrisi lainnya. Ternyata tempe kacang tunggak mengandung p-caumaric acid dan asam ferulat yang diduga memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Namun hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut. Menurut Ardiansyah, asam ferulat pada tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandungan glukosa darah. Senyawa fenilpropanoid lainnya, yaitu p-caumaric acid mampu melemahkan zat nitrosamin, salah satu penyebab kanker yang mungkin terdapat dalam makanan (Balai Besar Pascapanen, 2008).
Hal-hal yang berpengaruh terhadap pembuatan tempe yaitu penggunaan bahan baku dan campuran sangat menentukan kadar protein, lemak, karbohidrat, dan serat yang terkandung pada tempe. Semakin banyak bahan campuran yang ditambahkan semakin rendah kadar proteinnya. Cara pemasakan ( perebusan / pengukusan ) mempengaruhi kehilangan protein selama proses pembuatannya. Semakin lama pengukusan semakin banyak protein yang hilang. Antara pengukusan dan perebusan tidak jauh berbeda dalam kehilangan proteinnya. Dengan cara pengukusan akan lebih cepat kering dibandingkan dengan perebusan. Inokulum yang digunakan sangat mempengaruhi rasa. Hal ini karena pengaruh strain kapang dalam inokulum yang berbeda-beda satu sama lain. Kenampakan tempe putih / agak kuning dipengaruhi oleh jenis kedelai, bahan campuran, inokulum, dan juga selama proses pembuatannya juga meliputi cara perendaman, pengupasan kulit, pemasakan, inokulasi, pengukusan, serta inkubasi (Harli, 2004).
E. Tepung Terigu 
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk glutein pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu
yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,025-0,60% dan glutein basah 24-36% (Astawan, 2008).
Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di musim dingin mengandung 14% protein (Kent, 1975).
Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga mie yang dihasilkan akan mejadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Menurut Astawan (2008) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu:
  • Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra Kembar.
  • Medium hard flour. terigu ini mengandung protein sebesar 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang segitiga biru.
  • Soft flour. terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang kunci biru.
Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie terdiri dari campuran dua jenis terigu hard flour dan medium hard flour. Pencampuran kedua jenis tepung tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan menghasilkan tekstur, konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang bersangkutan (Astawan, 2008).
F. Tepung Tapioka
Tapioka kaya karbohidrat dan energi. Tapung ini juga tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Karena mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Secara awam, tapioka sering disebut sebagai tepung. Walaupun sama-sama berasal dari singkong, sesungguhnya tapioka sangat berbeda dengan tepung singkong. Tapioka bersifat larut di dalam air, sedangkan
tepung singkong tidak larut. Tapioka biasanya digunakan sebagai bahan pengental kuah ataupun sebagai bahan pengisi pada kue-kue kering (Anonim, 2011c).
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan untuk mengikat air dalam adonan. Salah satu bahan yang digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari adonan (Azwar, 1995).
Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan dengan ampasnya. Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati halus berwarna putih, yang disebut tapioka (Anonim, 2011c).
Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstrak ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan pengeringan. Pati terdiri dari dua komponen yang dapat dipisahkan yaitu amilosa dan amilopketin. Perbandingan amilosa dan amilopektin secara umum adalah 20% dan 70% dari jumlah pati total. Kedua jenis pati ini mudah dibedakan berdasarkan reaksinya terhadap iodium, yaitu amilosa berwarna biru dan amilopektin berwarna kemerahan. Kadar pati pada ubi kayu yaitu 65,5-74,1% (Astawan, 2008).
Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan, seperti dalam pembuatan puding, sup, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain sebagainya. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan baku pewarna putih alami pada industri pangan dan industri tekstil. Umumnya tapioka digunakan sebagai pengental pada tumisan karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tepung sagu juga dapat digunakan untuk mengentalkan, hanya saja warna yang di hasilkan sedikit keruh. Tapioka tidak cocok digunakan untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain sebagai pengental, tapioka juga digunakan untuk pengenyal pada bakso, pengganti sagu pada pempek palembang, juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga yang membuat cendol berbahan baku tapioka. Bila kita jalan-jalan kemal, sering kali kita menemukan penjual minuman bubble drink yang sebenarnya terbuat dari tepung tapioka (Anonim, 2011c).
Pati ubi kayu atau tapioka adalah hasil ekstraksi dari ubi kayu yang banyak digunakan untuk industri. Kandungan pati dalam ubi kayu berkisar antara 19-21%. Proses pemisahan pati bervariasi mulai dari industri rumah atau pengrajin sampai dengan skala industri besar (Fardiaz, 1986).
Pati terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa yang larut dalam air panas serta mempunyai struktur lurus dengan ikatan α 1,4-D glukosa, dan fraksi kedua adalah amilopektin yang tidak larut dalam air panas serta memiliki cabang dengan ikatan α 1,4 dan 1,6 D glukosa sebanyak 4-5 % dari keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Winarno, 2004).
Nilai energi dan karbohidrat tapioka tidak kalah dari nasi atau olahan tepung terigu. Konsumsi 100 gram makanan olahan tapioka setara dengan 100 gram nasi atau roti. Karena itu, kurang tepat mengonsumsi makanan olahan tapioka sebagai camilan (Anonim, 2011c).
G. Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Sodium metabisulfit atau Natrium metabisulfit merupakan salah satu pengawet makanan anorganik. Senyawa yang memiliki penampakan kristal atau bubuk berwarna putih ini bersifat mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Sodium metabisulfit memiliki berat molekul 190,12. Densitas kamba senyawa ini adalah 1,2-1,3 kg/l dan titik leburnya 150 °C. Padatan sodium metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan tampak berwarna kuning pucat hingga jernih (Anonim, 2011d).
Seperti umumnya buah-buahan mengalami pencokelatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan akibat pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan tersebut (browning enzymatic). Pencokelatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis polyphenol oksidase (Widowati, 2005)
Menurut Tjahyadi (2000), penanggulangan reaksi enzimatik dan non enzimatik pada kentang, dapat dicegah dengan dilakukan blansing dalam larutan natrium metabisulfit selama 1 menit pada suhu 80-85 oC. Proses blansing dengan larutan natrium metabisulfit selain dapat menonaktifkan enzim yang menyebabkan pencoklatan, juga akan membuat penampakan
dari irisan kentang menjadi lebih baik, dimana blansing dapat membuat sel membran bahan menjadi lebih permeabel yang akan membantu dalam proses pengeringan.
Menurut Buckle et al., (1987), dalam konsentrasi tinggi, penggunaan sulfit akan ditolak karena akan berpengaruh kepada rasa dari bahan makanan, dimana sulfit akan bergabung dengan komponen aldehida dan keton dari beberapa bahan pangan.
Batas maksimum penggunaan Na-metabisulfit yang dapat digunakan dalam pengolahan bahan makanan menurut Departemen Kesehatan RI adalah 2 g/kg berat bahan. FDA menyarankan maksimum penggunaan sulfit pada level konsentrasi 2000 ppm (Desrosier, 1988).
H. Bahan Tambahan pada Pembuatan Mie
1. Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak muda terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saos mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2008).
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lechitin. Selain sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam (Astawan, 2008).
Membuat mie sebenarnya sangat mudah, cepat, praktis dengan bahan yang sederhana. Ditambahkan kuning telur juga lebih baik, namun airnya harus dikurangi. Karena kuning telur kadar airnya sekitar 50 ml. maka air yang akan digunakan sebaiknya dikurangi agar campurannya pas (Anonim, 2007).
2. Garam 
Garam dapur selain untuk memberi rasa, juga memperkuat tekstur mie, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, serta untuk mengikat air. Garam dapur akan menghambat aktivitas enzim amylase sehingga mie tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 2008).
Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam pembuatan mie pada umumnya ditambahkan 2-3% garam ke dalam adonan mie. Jumlah ini merupakan control terhadap α-amilase jika aktivitas rendah (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

3. Air 
Air berfungsi sebagai media rekasi antara gluten dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9. Makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2008).
Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 23-38% dari campuran bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38% adonan akan menjadi sangat lengket dan jika kurang 28% adonan akan menjadi sangat rapuh sehingga sulit dicetak (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal dari glutein (Soenaryo, 1985).
4. CMC (Carboxylmetil Cellulose)
Carboxymethyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotic. Pada pembuatan es krim CMC akan memperbaiki tekstur dan Kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus (Winarno, 2004).
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik untuk memperbaiki penampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz,1986).
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Suryani, et al., 2002).
Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang ditambahkan untuk pembuatan mie antara 0,5-1% dari berat tepung terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

5. Sodium Karbonat (Soda abu)
Sodium karbonat atau soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2008).
Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang dibuat dari air rendaman abu merang padi. Pada air qi ini tinggi kandungan mineralnya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bahan pengembang seperti amonium karbonat atau ammonium bikarbonat juga digunakan. Tapi garam-garam ini terurai pada suhu tinggi. Garam KHCO3 jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan sedikit menimbulkan rasa pahit (Winarno, 2004).
Soenaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat telah sejak dulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie. Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan kehalusan tekstur (Na2CO3).
I. Metode Pembuatan Mie
Oh, et al., (1983) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan segar meliputi pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan.
1. Pencampuran 
Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu dengan larutan alkali kedalam suatu alat yang disebut mixer dan diaduk secara otomatis. Tujuannya agar tepung terigu terhidrasi (menyerap air) sehingga bercampur dengan merata. Penambahan air menyababkan serat-serat gluten mengembang karena gluten menyerap air (Ubaidillah, 2000).
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak kacang. Pencampuran dapat dengan tangan atau mixer sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperature (Soenaryo, 1985).
Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan, dan suhu adonan. Air yang ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari 38%, adonan akan menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air kurang dari 28% menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan sulit untuk dibentuk menjadi lembaran (Astawan, 2008).

2. Pengadukan 
Proses pengadukan menyebabkan serat glutein sering tertarik tersusun berselang dan terbungkus dalam pati sehingga diperoleh adonan yang lunak dan elastis. Adonan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah air yang ditambahkan tergantung dari jenis tepung terigunya, sekitar 28-38%. Semakin lama penyimpanan terigu semakin sedikit air yang ditambahkan. Jika jumlahnya melebihi batas 38%, biasanya adonan menjadi basah dan menyulitakan dalam proses selanjutnya. Jika kurang adonan menjadi rapuh. Keadaan mutu adonan juga dipengaruhi oleh kelembapan suhu sekelilingnya (Ubaidillah, 2000).
Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan diaduk dalam mixer berkapasitas 125 kg selama 2 menit. Selanjutnya, ditambahkan larutan pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang dicirikan dengan struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket, dan tidak mudah terberai, lunak serta lembut (Astawan, 2008).

3. Pengepresan 
Setelah mendapat adonan yang diinginkan, maka adonan tersebut dimasukkan kedalam mesin pres (roll press). Dalam roll press serat gluten yang tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan tekanan diantara roller. Pengepresan ini dilakukan secara berulang-ulang melalui pengaturan tekanan roller. Mula-mula tekanan ringan sampai tekanan berat sehingga diperoleh lembaran adonan dengan keetebalan tertentu yaitu tekstur yang diinginkan (Ubaidillah, 2000).
Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder) masuk kedalam mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik keatu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan dan elastisitas mie. Tujuan tersebut dicapai dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang diantara dua rol logam. Jarak antara rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan (Astawan, 2008).

4. Penyisiran (Slitting)
Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk kedalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 2000).
Lembaran tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (Stiller) yang berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang. Kerapatan gelombang ini dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net stiller atau net steam (Astawan, 2008).
Proses pembentukan/pemotongan mie dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh listrik. Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga terbentuk mie yang panjang (Widianingsih dan Murtini, 2006).

5. Pengukusan (Steaming)
Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten. Menurut Astawan, (2008) gelatinisasi ini dapat menyebabkan:
  • Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie
  • Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie
  • Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih muda dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%
Untaian mie diangkut oleh retainer secara perlahan-lahan melalui terowongan (tunnel) yang penuh dengan uap air selama 80-90 detik dengan menggunakan uap bertekanan 0,5-1 atm. Pengukusan ini bertujuan agar mie menjadi matang (Ubaidillah, 2000).
Peluang Bisnis - Mie Dari Bahan Non Gandum

Semoga 2 tulisan di atas bisa memberikan edukasi, inspirasi dan motivasi kepada teman-teman UMKM yang memiliki kemampian dan ketrampilan membuat mie dari bahan non gandum. Pada tulisan pertama terlihat betapa besar peluang pasar untuk produk mie dan tulisan yang kedua lebih ke arah bagaimana proses pembuatan mie dari bahan gandum dan campurannya. 

Beberapa hal penting yang perlu dilakukan oleh teman-teman UMKM sebelum membuat konsep bisnis produksi mie non gandum adalah:
  • Bahwa produk mie yang akan dibuat haruslah memenuhi cita rasa kebanyakan orang Indonesia.
  • Bahwa produk mie yang akan dibuat haruslah aman dari bahan-bahan yang membahayakan kesehatan dan harus diproses dengan bersih dan halal.
  • Bahwa kandungan gizi dari produk mie yang akan dibuat harus memenuhi standard tertentu.
  • Bahwa produk mie yang akan dibuat harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mampu dikembangkan secara massal dan produk ini harus mampu bersaing dengan produk mie gandum yang sudah ada di pasaran.
  • Bahwa produk mie yang akan dibuat sudah mempertimbangkan ketersediaan bahan baku untuk menjamin kapasitas dan kontinuitas supply produk. 
  • Bahwa produk mie yang akan dibuat harus sudah mempertimbangan teknologi terkini, meskipun sederhana, yang menjamin efisiensi dan efektivitas proses produksi.
  • Bahwa produk mie yang akan dibuat harus sudah mempertimbangkan desain kemasan yang menarik dan menjual.
Hal-hal tersebut di atas sangat penting dalam hal pemasaran dan promosi produk pasca produksi, meskipun jelas bahwa peluang pasar masih sangat terbuka lebar. 

Bahan-bahan yang paling memungkinkan untuk produksi mie non gandum ini adalah singkong dan jagung, disamping mungkin ada alternatif lain yang lahir dari buah kreativitas UMKM di Jawa Tengah. Beberapa produk mie singkong dan mie jagung sudah ada yang memproduksi di Jawa Tengah, tetapi kapasitas dan skalanya masih sangat kecil, dan belum banyak dikenal masyarakat.

Cara Membuat Mie Singkong Skala Rumah Tangga

Mie singkong, mie ini juga baik untuk kesehatan. Selain singkong sebagai bahan alami ini juga sebagai pengganti makanan yang kadar gulanya tinggi. Untuk ketelanya saja bisa sebagai obat sakit maag apalagi kalau dibuat sebagai mie tentu banyak juga mafaatnya ya. Selain itu harganya juga terjangkau dan memenuhi syarat kesehatan serta tidak mengandung bahan pengawet pula. Boleh kok anda mencoba dirumah.

Bahan untuk Pembuatan Mie Singkong

Beberapa bahan untuk Pembuatan Mie Singkong:
  • 15 kg Singkong / ketela pohon
  • 50 cc Air kapur sirih
  • 250 gr Minyak Goreng
  • 25 gr Garam
Cara Membuat Mie Singkong
Berikut ini adalah Cara Membuat Mie Singkong
  1. Kupas singkong, cuci bersih, parut
  2. Tambahkan air dan aduk hingga rata
  3. Masukkan dalam keranjang / wadah yang berlubang dan diletakkan di atas ember/Waskom sehingga air bisa mengalir ke bawah
  4. Kira-kira 3 s/d 4 jam air endapan dibuang, sisihkan pati/acinya, jemur
  5. Ampas singkong dijemur selama 1 hari
  6. Masukkan ampas yang telah dijemur kedalam keranjang, tutup selama 1 malam (supaya kelembapan sama)
  7. Pagi hari ampas singkong ditumbuk, tambahkan garam, sisihkan
  8. Rebus air dalam panic secukupnya hingga mendidih
  9. Masukkan singkong yang telah ditumbuk kedalam Waskom
  10. Tambahkan pati/aci singkong dan air kapur sirih
  11. Masukkan air mendidih sedikit demi sedikit, sambil diuleni/diaduk hingga kalis dan tidak lengket
  12. Buat bulatan/gumpalan sebesar bola tenes, kukus hingga kematangan sekitar 2 cm dari luar
  13. Angkat dari api dan uleni panas-panas hingga tercampur rata
  14. Gilas tipis, angin-anginkan sekitar 1 s/d 2 jam
  15. Rajang lembaran singkong hingga menjadi mie
  16. Rebus air hingga mendidih
  17. Masukkan mie mentah ke dalam keranjang bambo, masukkan dalam rebus air selama 1 s/d 2 menit, angkat
  18. Hamparkan pada nyiur /tampah, olesi dengan minyak goring telah matang (untuk menggoreng bawang merah)
  19. Bakmi siap dinikmati dengan ditambah sayuran, bawang merah goring seledri yang telah diiris tipis.
Untuk skala industri tentukan berbeda dengan resep di atas, tetapi secara empiris bisa dikembangkan dari cara-cara di atas. Selamat mencoba dan semoga menginspirasi.

Komentar

Posting Komentar