UMKM Harus Berani Terobos Pasar Ekspor Sendiri.

Ekspor Minuman Herbal oleh UMKM Wonosobo
Jika bertemu dengan pelaku UMKM yang satu ini, kami merasa malu karena kalah gesit. Beliau adalah Ibu Sudaryati, pemimpin Kelompok Wanita Tani (KWT) Berdikari dari Wonosobo yang anggotannya adalah wanita-wanita lansia (lanjut usia) yang diberdayakan untuk memproduksi minuman herbal yang potensinya melimpah di Wonosobo. Bukan hanya itu saja, beliau berani memasarkan produk ini ke beberapa Belanda, Suriname, Selandia Baru  dan lain sebagainya. Sungguh satu semangat yang harus dicontoh oleh generasi muda, semangat mengoptimalkan produk lokal dan semangat untuk membangun perdagangan ekspor untuk produk lokal tersebut.

Foto Ibu Sudaryati Bersama Anggota KWT Berdikari

Foto Ibu Sudaryati Saat Memberikan Pelatihan Membuat Jamu Instan
Ibu Sudaryati sendiri adalah pensiunan pegawai negeri sipil dari Dinas Peternakan Wonosobo, yang dalam masa pensiunnya masih ingin tetap berkarya dan memajukan perekonomian warga di daerahnya. Selain pasar luar negeri pesanan dari dalam negeri juga sudah cukup bagus untuk keberlangsungan usahanya. Madura, Kalimantan dan kota-kota besar di Indonesia sudah menjadi pasar rutin bagi produknya.

Kami mengenal Ibu Sudaryati secara tidak sengaja ketika beliau menghadapi "sedikit" masalah dengan pengiriman ekspor ke Suriname. Saat menghadapi masalah dan tidak tahu harus berkonsultasi dengan siapa, beliau mendapatkan rekomendasi dari instansi setempat untuk berkonsultasi dengan Kadin Jawa Tengah, dan saat itulah kami mulai mengenal sosok bersemangat Ibu Sudaryati.

Bagaimana ketika beliau menggunakan tarif kerjasama POS EKPSOR antara Kadin Jawa Tengah dengan PT Pos Indonesia yang cukup bersahabat bagi UMKM yang ingin ekspor sampai dengan masalah bea impor di Suriname yang sempat mengganjal para UMKM yang akan ekspor ke Suriname.  Masalah bea impor ini memang sejak awal kurang dipahami, jangankan oleh Ibu Sudaryati sendiri melainkan juga oleh pembelinya sendiri, sehingga sempat ada sedikit "masalah" antara penjual dan pembeli. 

Memang perlu dipahami bahwa sebagian negara-negara tujuan ekspor ada yang menerapkan bea masuk (import) yang cukup tinggi atas komoditas-komoditas tertentu, seperti halnya Suriname, yang tarifnya adalah sebagai berikut:

INFORMASI DARI KBRI PARAMARIBO

Terkait dengan ketentuan umum kepabeanan di Suriname, dapat kami sampaikan bahwa Pemerintah Suriname menerapkan kebijakan tarif impor berdasarkan jenis produk yang akan dijual (komersial). Berkenaan dengan penghitungan tarif adalah sebagai berikut:

  1. Untuk pengenaan tarif produk impor negara non-CARICOM (Carribean Community), Suriname menerapkan kebijakan tariff berkisar 0% s/d 40%, tergantung jenis produk yang diimpor. Produk pertanian dikenakan tariff cukup besar disusul produk manufaktur. Berikut data tarif impor untuk produk otomotif, mebel, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, karet (alas kaki dan ban), plastik serta handicraft:
 
 
NO
PRODUK
TARIF/BEA IMPOR
1.
Tekstil dan produk tekstil (pakaian jadi dan jeans)
30 s/d 40%
2.
Makanan dan Minuman
30 s/d 32%
3.
Perhiasan Emas dan Perak
45 s/d 50%
4.
Handicraft
35 s/d 40%
5.
Otomotif
60 s/d 75%
6.
Mebel/Furniture
45 s/d 50%

  • Pengenaan Tariff impor adalah sesuai tarif/bea masuk produk (0 s/d 40%) dari total biaya pengiriman dan asuransi atau CIF (Cost Insurance and Freight) Value;
  • Pengenaan Consent Duty/Fee sebesar 1,5 persen dari total nilai produk impor.
  • Pengenaan Statistics Duty/Fee, sebesar 0,5 persen dari nilai produk, kecuali produk bauksit yang dikenakan tariff 2%.

Penerapan tarif tersebut sudah diketahui umum oleh para importer/buyer di Suriname, termasuk para importer produk-produk Indonesia di Suriname. Sementara itu, pihak importer juga harus memiliki licence dan terdaftar dalam keanggotaan KADIN Suriname. Sekiranya belum terdaftar, yang bersangkutan juga akan dikenakan fee yang ketentuannya berdasarkan regulasi Custom Suriname.  (KBRI Paramaribo)


Semoga informasi di atas juga sangat bermanfaat bagi pelaku UMKM lain yang ingin mengikuti jejak Ibu Sudaryati, yang tidak pernah pantang menyerah dengan permasalahan yang menghadang, meskipun pemasaran ekspor merupakan hal yang juga masih baru bagi beliau. Semangat belajarlah yang membuat beliau bisa menyelesaikan masalah ekspor satu per satu.

Ibu Sudaryati sadar benar bahwa untuk menghadapi MEA maka UMKM harus berani mendobrak ekspor, dengan produk-produk yang mengeksplorasi kekayaan lokal Indonesia. Permasalahan akan selalu muncul, karena di situlah kita bisa belajar, bahkan untuk perdagangan dalam negeri pun masalah juga akan sama.

Kami senang ketika pertemuan kami dengan beliau secara langsung di Disperindag Jawa Tengah saat temu bisnis dengan ITPC Busan dan Atdag Bangkok beberapa waktu lalu, saat beliau meminta bantuan kami untuk melakukan kurasi pada kemasan dan bersedia mendampingi beliau ketika menghadapi masalah-masalah perdagangan ekspor. Sukses terus Bu Daryati ! 
 





Komentar