Mochtar Riady (87th), Chairman Lippo Group |
Apa yang membuat Business Sharing Kadin Jateng menarik adalah karena selalu menghadirkan tokoh-tokoh nasional yang penting, sebagaimana hari Senin 5 September 2016 ini Business Sharing menghadirkan Mochtar Riady sebagai tokoh perbankan terkemuka di Indonesia.
Acara business sharing yang dihadiri oleh pengurus dan anggota Kadin Jawa Tengah dan juga Kadin Kota/Kabupaten se-Jawa Tengah ini merupakan agenda rutin yang diadakan oleh Kadin Jawa Tengah yang kali ini menggandeng Bank BRI sebagai sponsor.
Acara yang selalu dibuka oleh Ketua Umum Kadin Jawa Tengah, Kukrit Suryo WIcaksono, ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu anggota yang merupakan pelaku usaha di Jawa Tengah untuk belajar dari "ahli"-nya. Beberapa CEO perusahaan raksasa dan tokoh nasional telah hadir mewarnai acara Business Sharing Kadin Jateng untuk memberikan tips, best practice, success story dan kiat-kiat suksesnya.
Tujuan dari acara ini adalah untuk memotivasi sekaligus memberikan referensi yang bermanfaat dari seseorang yang reputasinya telah diakui nasional maupun internasional. Dan inilah yang menjadi daya tarik dari acara Business Sharing ini.
Acara Business Sharing dipandu Mas Bayu Krisna |
Sambutan dari Ketua Umum Kadin Jateng |
Pada acara Business Sharing kali ini, dibagikan juga buku "Manusia Ide" dari Bapak Mochtar Riady yang merupakan biografi dari beliau. Beberapa pelaku usaha tertarik dengan "3 kunci emas" yang dimiliki oleh Bapak Mochtar Riady dalam meraih sukesnya, disamping bagaimana "mencari kuda" yang terpecaya untuk mengangkat kepercayaan kida kepada para klien. Mungkin inilah dimaksudkan dengan pentingnya membangun personal branding sebelum membangun brand usahanya.
Yang lebih menaik lagi, dalam usia 87 tahun, Mochtar Riady masih terbilang sehat dan tangkas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta. Mungkin "the spirit of life" dari para tokoh itulah yang memang luar biasa, karena mereka memiliki impian yang sangat jelas dan kuat.
Salam sehat dan sukes Pak Mochtar Riady, semoga pengalaman dan sharing anda hari ini sangat bermanfaat bagi banyak orang di Jawa Tengah.
Mochtar Riady
(Hanzi: 李文正, Hokkien: Li Moe Tie, pinyin: Li Wenzheng; lahir di Kota Malang, 12 Mei 1929; umur 87 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia terkemuka, pendiri dan presiden komisaris dari Lippo Group. Ia banyak dikenal orang sebagai seorang praktisi perbankan andal, serta salah seorang konglomerat keturunan Tionghoa-Indonesia telah yang berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.
Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Mochtar Riady menduduki peringkat ke-38 dengan total kekayaan US$ 650 juta.
Kehidupan awal
Ayah
Mochtar Riady adalah seorang pedagang batik bernama Liapi (1888-1959),
sedangkan ibunya bernama Sibelau (1889-1939). Kedua orangtuanya merantau
dari Fujian dan tiba di Malang pada tahun 1918.
Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda karena menentang pembentukan Negara Indonesia Timur dan sempat ditahan di penjara Lowokwaru, Malang. Ia kemudian di buang ke Cina, dan ia kemudian mengambil kuliah filosofi di Universitas Nanking. Mochtar Riady tinggal di Hongkong hingga tahun 1950, dan kemudian kembali lagi ke Indonesia. Pada tahun 1951 ia menikahi Suryawati Lidya, seorang wanita asal Jember.
Perjalanan karier
Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketertarikan Mochtar Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 Mei 1929 ini disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank
(NHB) dan melihat para pegawai bank yang berpakaian rapih dan kelihatan
sibuk. Mochtar Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, namun
ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir menurut ayahnya hanya
untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat
miskin.
Oleh mertuanya, Mochtar Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus
sebuah toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Mochtar Riady telah dapat
memajukan toko mertuanya tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954,
walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan
ditentang oleh keluarganya. Mochtar Riady berprinsip bahwa jika sebuah
pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi,
namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas.
Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di jalan
hayam wuruk selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang
importer, di waktu bersamaan ia pun bekerja sama dengan temannya untuk
berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu, Mochtar Riady masih sangat ingin
menjadi seorang bankir, di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu
mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika
ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk
memperbaikinya, Mochtar Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut
walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun. Mochtar Riady
berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.
Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady sangat pusing melihat ''balance sheet'',
dia tidak membaca dan memahaminya, namun Mochtar Riady pura-pura
mengerti di depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar
dan memahami balance sheet tersebut, namun sia-sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standard Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.
Akhirnya, dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi
Gappa, tentu saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar
Riady pun untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian
kliring, cash, dan checking account.
Selama sebulan penuh, Mochtar Riady belajar dan akhirnya ia pun
mengerti tentang proses pembukuan, dan setelah membayar seorang guru
privat, ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat.
Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Mochtar Riady pindah ke Bank Buana, kemudian pada tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.
Kunci Sukses
Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran, sedangkan Dje
adalah memiliki rasa malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan
sering kali membuat orang kagum, dia dapat dengan cepat membaca situasi
pasar dan dengan segera pula menyikapinya.
Salah satu contohnya, ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana
tahun 1966. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena
Indonesia berada pada masa perubahan ekonomi secara makro, ketika itu
Riady sedang berkuliah malam di Universitas Indonesia, di situ dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana,dkk. Mochtar Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.
Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal
pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena
suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit
yang belum lunas segera membayar kewajibannya.
Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat
khususnya dalam hal jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank
Buana sangat rendah dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk
dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana
menjadi sehat, padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang
bangkrut. Dengan otomatis, orang mengenal siapa Mochtar Riady.
Sejarah Jaringan Bisnis
Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929
adalah pendiri Lippo Group, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50
anak perusahaan. Jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50
ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi
juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai.
Sejarah Lippo Group bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981.
Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi
hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah
menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan
menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady
bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir
1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987,
setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih
dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum
kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.
Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Lippo Group. Saat ini Lippo Group memiliki lima cabang bisnis yakni :
- Jasa keuangan: perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset, sekuritas.
- Properti dan urban development: kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri.
- Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi.
- Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.
- Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.
Terkenal Dengan
Dia
dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Chairman Group Lippo
ini dikenal sebagai seorang praktisi perbankan yang handal. Bahkan patut
digelari seorang filsuf bisnis jasa keuangan yang kaya ide dan solusi
mengatasi masalah. Seorang konglomerat yang visioner dan sarat dengan
filosofi bisnis. Dia pantas menjadi panutan bagi para pengusaha dan
pelaku pasar serta siapa saja yang ingin belajar dari pengalaman orang
lain.
Dalam RUPS PT Bank Lippo Tbk (LippoBank), Jumat 4 Maret 2005,
Mochtar Riady mengundurkan dari jabatan komisaris utama agar bisnis
keluarga tersebut berubah menjadi entitas bisnis kelembagaan yang
sepenuhnya berjalan atas tuntutan profesionalisme. Pengunduran ini
menandai tidak adanya lagi keluarga Riady yang duduk jajaran pimpinan
LippoBank.
Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929,
setidaknya diakui kehandalannya sebagai filsuf bisnis Grup Lippo yang
didirikannya. Di Grup Lippo ini, dia berhasil mengader James Tjahaya
Riady (puteranya) dan Roy Edu Tirtadji menjadi filsuf bisnis handal
juga. James dan Roy telah siap mendampingi dan melanjutkan visi
bisnisnya. Mereka tampil sebagai filsuf dan pemikir sekaligus panglima
yang menentukan arah bisnis semua perusahaan yang bernaung di bawah
bendera Lippo, baik pada masa tenang apalagi pada masa sulit.
Masih ingat, ketika Bank Lippo
di goyang rumor kalah kliring pada November 1995? Mochtar, pemilik nama
Tionghoa, Lie Mo Tie, ini mampu mengatasinya dengan cepat. Dia laksana
panglima perang yang dengan cerdas dan cekatan memonitor setiap
perkembangan lapangan detik demi detik, serta memberikan
instruksi-instruksi penting ke semua lini jajaran di bawahnya. Rumor
kalah kliring itu pun dienyahkan dan bendera Bank Lippo pun makin
berkibar.
Lippo Group
Lippo
Group, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan
lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga
merambah di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou,
Fujian dan Shanghai. Saat ini Grup Lippo paling tidak memiliki 5 area
bisnis utama.
Pertama, jasa keuangan yang meliputi perbankan, investasi, asuransi,
sekuritas, manajemen aset dan reksadana. Jasa keuangan ini adalah core
bisnis Lippo. Dalam bisnis keuangan ini, Lippo cukup konservatif.
Sehingga bank ini selamat dari guncangan krisis moneter, walaupun sempat
digoyang isu kalah kliring (1995) dan persoalan rekapitalisasi (1999).
Perusahaan sekuritasnya, Lippo Securities, juga memiliki reputasi yang
cukup baik. Begitu pula di bidang investasi, yakni Lippo Investment
Management, Lippo Finance dan Lippo Financial. Juga jasa asuransi dengan
tiga perusahaan penting yaitu AIG Lippo (Lippo Insurance) dan Asuransi
Lippo (Lippo General Insurance).
Kedua, properti dan urban development. Bisnis yang meliputi
pembangunan kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan
dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri. Lippo tidak hanya
membangun perumahan, tetapi suatu kota yang lengkap dengan berbagai
infrastruktur. Di tiga kota yang telah dibangun, yaitu Lippo Cikarang,
Bekasi di timur Jakarta, Bukit Sentul, Bogor di selatan Jakarta, dan
Lippo Karawaci, Tangerang di barat Jakarta, para penghuni bisa mengakses
TV Cable sekaligus fasilitas internet.
Ketiga, pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik,
produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air
bersih, dan prasarana komunikasi. Hampir semua bisnis ini
dikonsentrasikan di luar negeri dan dikontrol oleh kantor pusat Lippo
Group yang berbasis di Hong Kong, dipimpin puteranya Stephen Riady.
Aktivitas bisnisnya, antara lain, pembangunan jalan tol di Guang Zhou,
pembangunan kota baru Tati City di Provinci Fujian, Gedung Perkantoran
Plaza Lippo di Shanghai dan membangun kawasan perumahan elit dan
perkantoran di Hong Kong.
Keempat, bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik,
komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi.
Lippo Industries, memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC
merk Mitsubishi, serta komponen otomotif memproduksi kabel persneling.
Kelima, bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis
ritel, rekreasi, hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada
beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar dan James yang
mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun Rumah Sakit
untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani
menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Dari pada
orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja
Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika Rumah Sakit itu
diluncurkan.
Selain Rumah Sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan.
Sekolah ini mendapat sorotan karena biayanya menggunakan dolar AS dan
dinilai mahal untuk saat itu. Tetapi para pendiri Lippo beranggapan
bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Pelita Harapan adalah yang
terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh tambahan
pendidikan ekstra kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu
komputer. Guru-guru pun didatangkan dari Amerika.
Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan,
banyak orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk
masuk ke dunia bisnis ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan
Matahari merupakan salah satu penyewa terbesar. Selain Matahari, Wal
Mart dan JC Penney juga turut memeriahkan Lippo Supermal yang memiliki
luas 210.000 meter persegi.
Sejarah Lippo Group
Sejarah
Lippo Group bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa,
Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik
Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga
Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar
sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central
Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung
dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan
menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar
bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir
1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987,
setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih
dari 1.500 persen menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum
kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of
Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger
dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah
cikal bakal Lippo Group.
Cita-Cita jadi Bankir
Jalan
berliku ditempuhnya untuk mencapai cita-cita menjadi seorang bankir.
Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10
tahun. Ketika itu, anak dari pedagang batik, ini setiap hari berangkat
sekolah selalu melewati gedung megah kantor Nederlandsche Handels Bank
(NHB) dan melihat para pegawai bank itu berpakaian rapih serta selalu
sibuk. Sejak itu, dia berharap saat dewasa akan menjadi seorang bankir.
Belum cita-citanya terwujud, pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh
pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina. Lalu, di sana ia
menggunakan kesempatan kuliah filosofi di University of Nanking. Tapi
akibat perang, Riady terpaksa pergi ke Hongkong hingga tahun1950 dan
kemudian kembali ke Indonesia.
Sekembali ke Indonesia, Riady masih sangat ingin mewujudkan
cita-citanya menjadi seorang bankir. Tapi ayahnya tidak mendukung.
Karena menurut ayahnya, profesi bankir hanya untuk orang kaya, sedangkan
kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.
Pada tahun 1951, ia menikahi gadis pilihannya asal jember. Kemudian,
mertuanya memberinya tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil.
Hanya dalam tempo tiga tahun, dia berhasil memajukan toko tersebut
menjadi yang terbesar di kota Jember. Namun, keinginan menjadi seorang
banker membuatnya kurang betah mengurusi toko itu.
Pada tahun 1954, dia pun memutuskan pergi ke Jakarta walaupun
ditentang oleh keluarganya. Dia berprinsip bahwa jika sebuah pohon
ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, namun
akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas. Dia
merasa yakin akan dapat mewujudkan cita-cita menjadi bankir di kota
metropolitan, kendati saat itu tidak memiliki seorang kenalan pun di
Jakarta.
Mula-mula, dia bekerja di sebuah perusahaan komanditer di Jalan Hayam
Wuruk selama enam bulan. Kesempatan itu dia gunakan untuk mulai membuka
relasi. Kemudian ia bekerja pada seorang importer. Relasi pun mulai
semakin banyak. Pada saat bersamaan, ia pun bekerja sama dengan temannya
untuk berbisnis kapal kecil.
Dia belum juga bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir.
Saat itu, kepada para sahabat, ia selalu mengutarakan cita-citanya itu.
Lalu suatu saat, salah seorang temannya mengabari bahwa ada sebuah bank,
Bank Kemakmuran, yang lagi terkena masalah. Riady tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu. Walau belum punya pengalaman sedikit pun, dia berhasil
meyakinkan Andi Gappa, pemilik bank yang bermasalah itu, sehingga ia pun
ditunjuk menjadi direktur.
Bayangkan, seorang yang belum berpengalaman sehari pun di bank atau
sebagai akuntan, langsung diangkat menjadi direktur. Pada hari pertama
sebagai direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet. Dia tidak
bisa membaca dan memahaminya. Tapi, dia pura-pura mengerti di depan
pegawai akunting. Lalu, sepanjang malam dia belajar untuk memahami
balance sheet tersebut, namun sia sia. Kemudian, dia minta tolong kepada
temannya yang bekerja di Standar Chartered Bank untuk mengajarinya.
Tetapi dia masih belum mengerti.
Begitu galau hati dan pikirannya. Bagaimana pun kepura-puraan itu,
cepat atau lambat, akan ketahuan juga. Akhirnya, dia berterus terang
kepada para pegawainya dan Andi Gappa, si pemilik bank. Tentu saja
mereka sangat terkejut mendengar pengakuan itu. Riady pun meminta diberi
kesempatan mulai bekerja dari dasar. Andi Gappa menyetujuinya. Riady
bekerja mulai dari bagian kliring, cash dan checking account.
Dia menggunakan kesempatan itu bekerja sambil belajar dengan baik.
Hanya dalam satu bulan, ia pun mengerti tentang proses pembukuan. Dia
pun membayar seorang guru privat, yang mengajarinya akuntansi.
Setelah itu, dia pun menunjukkan kelebihan sebagai seorang bankir.
Hanya dalam setahun, Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan
tumbuh pesat. Setelah bank itu tumbuh dengan sehat, pada tahun 1964,
Riady pindah ke Bank Buana, di sini dia juga mengukir berbagai
kaeberhasilan. Ketika itu (1966), dia berhasil menyelamatkan Bank Buana
dari kesulitan. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis akibat
perubahan ekonomi secara makro.
Dia mengambil langkah jitu untuk menyelamatkan Ban Buana dari akrisis
itu. Dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %. Padahal pada
waktu itu semua bank beramai-ramai menenaikkan suku bunganya. Karena
suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit
yang belum lunas segera membayar kewajibannya. Di sisi lain, banyak
usahawan (debitur) yang ingin meminjam kendati diberi syarat ketat
terutama dalam hal jaminan. Dengan cara itu, Bank Buana menjadi sehat.
Sementara, saat itu ada beberapa bank yang bangkrut.
Nama Mochtar Riady pun mencuat, sebagai bankir bertangan dingin.
Kemudian tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan
gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya dan Bank Industri
Dagang Indonesia. Lalu tahun 1975, ia meninggalkan Bank Panin dan
bergabung dengan BCA, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong.
Di BCA, dia mendapatkan saham sebesar 17,5 persen dan menjadi seorang
penentu kebijakan. Ketika Mochtar bergabung aset BACA hanya Rp 12,8
miliar. Saat dia keluar dari BCA pada akhir 1990 aset bank tersebut
sudah di atas Rp 5 triliun.
Pada setiap bank, sentuhan tangan Riady hampir selalu berbuah sukses.
Dia mengaku memiliki filosofi tersendiri yang disebut sebagai Lie Yi
Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian
kejujuran dan Dje memiliki rasa malu. Selain itu, visi dan pandangannya
yang jauh ke depan ketangkasannya membaca situasi pasar dan dengan
segera pula menyikapinya, telah membuat namanya semakin disegani
kalangan perbankan.
Sementara, untuk memperdalam dan mempertajam pengalamannya, dia pun
menyempatkan diri kuliah malam di Universitas Indonesia (UI). Di situ
pula dia berkenalan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim,
Ali Wardhana dan lain-lain.
Tantangan Globalisasi
Sebagai
seorang chairman yang memimpin puluhan CEO harus diakui bahwa Mochtar
Riady memiliki visi yang jauh ke depan. Pengetahuannya yang luas dan
pengalamannya telah membuat Grup Lippo selamat melewati badai dan
guncangan krisis ekonomi berkepanjangan. Pada pertengahan 1995 ia pernah
berkata, bahwa dunia sedang mengalami perubahan yang sangat cepat.
”Apabila kita berbicara tentang globalisasi kita sebenarnya didorong
ke suatu era yang lebih jauh lagi, yaitu era era globalisasi ditambah
liberalisasi tanpa batas negara. Semua itu terjadi karena dua faktor,
yaitu revolusi teknologi informasi dan revolusi mata uang,” kata
Mochtar.
Menurutnya, sejarah manusia sudah mengalami beberapa kali perubahan
cara hidup karena penemuan-penemuan di bidang energi dan teknologi. Pada
era 50-an, khususnya di Amerika Serikat terjadi perubahan gaya hidup,
yakni masyarakat industri berubah menjadi masyarakat informasi. Akibat
dari perubahan itu Amerika harus memindahkan labour intensive
industry-nya ke negara-negara lain seperti Jerman Barat dan Jepang.
Tak lama Jepang pun mengalami hal yang sama sehingga harus
memindahkan industrinya ke Hong Kong, Singapura, Korea Selatan dan
Taiwan. Dan ketika negara-negara tersebut menjadi macan Asia, mereka pun
mengalami perubahan structural dalam masyarakatnya sehingga perlu
memindahkan industrinya ke RRT dan negara-negara ASEAN.
Perpindahan industri ini menimbulkan investasi silang antarbangsa dan
menimbulkan pula apa yang disebut dengan Asia-Euro-Dolar. Inilah era
globalisasi. Dengan era globalisasi sedemikian ini timbul suatu
ketergantungan antar suatu negara dengan negara lain. Kondisi tersebut
meningkatkan hubungan perekonomian dan perdagangan sehingga dibutuhkan
peraturan permainan ekonomi internasional.
Menurut catatan Mochtar, ada tiga perjanjian penting yang muncul pada
1994, yaitu GATT, WTO, dan APEC. Kalau ketiga organisasi internasional
ini dihubungakan dengan organisasi lain seperti World Bank, IMF, ADB,
Uni Eropa, AFTA, dan NAFTA, maka akan semakin jelas kalau
organisasi-organisasi international ini semakin berperan penting
menggantikan peranan pemerintah individu di dunia. Di sinilah dunia akan
memasuki era globalisasi tanpa batas negara (borderless).
Sementara itu pada saat yang bersamaan dunia sedang menyaksikan
terjadinya revolusi mata uang. Sebagai contoh, setiap hari terjadi
transaksi foreign exchange (forex) lebih dari US$800 miliar, tetapi
hanya sekitar US$10 miliar yang memiliki kaitan dengan fungsi alat
pembayaran. Sisanya, 90,85 persen tidak ada hubungannya dengan fungsi
alat pembayaran, tetapi berhubungan dengan barang dagangan. Kalau sudah
menjadi barang dagangan tentu timbul pasar derivatif.
”Derivatif itu sifatnya spekulatif, sementara spekulatif itu adalah
perjudian (gambling). Dengan demikian timbullah suatu kasino yang besar
dan kuat di dunia. Sadar atau tidak sadar, senang atau tidak senang,
siap atau tidak siap, kita sudah terlibat di dalam perjudian setiap
hari,” kata Mochtar yang pernah menjadi Chairman Asian Banker
Association pada 1992. Selanjutnya menurutnya, jumlah transaksi yang
begitu besar, sekalipun lima negara maju menggabungkan forex reserve-nya
tidak akan sanggup mengalahkan jumlah transaksi forex dalam sehari. Ini
berarti tidak ada satu negara di dunia ini yang bisa memberikan counter
exchange terhadap spekulasi.
Dua revolusi, revolusi teknologi yang dicerminkan dengan sistem super
highway dan revolusi keuangan yang begitu cepat mutasinya membawa
manusia kepada situasi yang serba cepat, serba berubah, serba tidak
mantap, dan serba tidak pasti. ”Oleh karena itu, suatu bangsa atau suatu
perusahaan harus memberikan reaksi yang cepat, kalau tidak bangsa atau
perusahaan itu akan menghadapi masalah dan tekanan,” tegasnya.
BUMN Harus Lebih Berperan
Menurut
Mochtar, yang mempunyai enam putra dan putri, untuk bisa bersaing di
era globalisasi pemerintah harus semakin meningkatkan produktivitas
BUMN.
Dikatakan, BUMN masih menguasai lebih dari 50 persen perekonomian
nasional dan secara tidak sadar menikmati oligopoli dan monopoli. Tidak
ada jalan lain selain membuat BUMN menjadi perusahaan yang efisien,
menguntungkan, dan kalau perlu bisa segera go public. Sebagai
perbandingan, menurut Mochtar, di RRT lebih dari 50 BUMNtelah masuk ke
pasar modal. Bagaimana dengan Indonesia?
Sekarang kita berada pada abad yang mementingkan perbandingan
teknologi dan mutu manusia. Itulah sebabnya ia sangat memperhatikan mutu
pendidikan di Indonesia. Mendirikan Sekolah Pelita Harapan dan
Universitas Harapan adalah bagian dari kepeduliannya terhadap dunia
pendidikan nasional. Belum lama ini ia pun ditunjuk menjadi Wali Amanah
Universitas Indonesia.
Mochtar yang pernah mengenyam pendidikan di The Eastern College,
Chung Yang University, Nanking, RRT ini memiliki obsesi agar manusia
Indonesia memiliki kualitas yang setara dengan masyarakat maju lain
hingga siap memasuki era globalisasi.
Mochtar Riady, yang senang membaca buku Peter Drucker dan Prof
Freeman memperoleh gelar Doctor of Laws dari Golden Gate University, San
Francisco, Amerika Serikat dan pernah menjadi pembicara tamu di
Universitas Harvard pada pertengahan 1984. Pada saat senggang, salah
seorang filsuf Grup Lippo ini lebih senang melakukan perjalanan ke
sejumlah proyeknya.
Apa arti globalisasi buat Lippo? Menurutnya, perusahaan dan para
eksekutifnya harus lebih cepat lagi mengantisipasi perubahan yang sangat
cepat ini. Itulah sebabnya ia sangat hati-hati memilih orang-orang yang
akan menduduki posisi Chief Executive Officer-nya
Komentar
Posting Komentar