Obrolan OVOP Dengan Ibu Ratna Kawuri

Di sela rapat koordinasi seleksi UKM Pangan Award 2016 untuk Jawa Tengah pada hari Jumat minggu lalu, kami sempatkan ngobrol dengan Ibu Ratna Kawuri, Kabid Industri Agro, Kimia, dan Hasil Hutan Disperindag Jateng, mengenai perkembangan gerakan OVOP dan apa upaya ke depan yang bisa ka.mi bantu untuk pemerintatah.

Ratna Kawuri, Kabid Industri Agro, Kimia dan Hasil Hutan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah

Sekilas Mengenai OVOP

Program one village one product (OVOP) telah berhasil dikembangkan di beberapa negara Asia seperti Jepang dan Taiwan kini dicanangkan sebagai gerakan nasional di Indonesia karena melihat kondisi kekayaan alam di Indonesia yang dinilai sangat potensial, terutama produk pertanian dan pekebunan.

Program OVOP sendiri sebetulnya sudah mulai dilakukan Kementerian Negara Koperasi dan UKM sejak 2014. Beberapa desa di Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Bali telah dijadikan daerah percontohan. Kementerian dalam halini memberikan pembinaan dan pendampingan mulai proses produksi hingga pemasaran dan distribusi.

OVOP yang mengandung semangat pemberdayaan masyarakat desa itu memang sangat mengandalkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi sebagai ujung tombak. Namun, seperti yang terjadi selama ini, UMKM kerap terhambat permasalahan klasik, yaitu adanya kesenjangan pemasaran. Produk yang sudah bagus sering kali tidak bisa dijual-atau kalaupun bisa terjual dihargai murah-karena para pengusaha kecil ini tidak mempunyai akses yang cukup untuk memasarkannya.

OVOP Mengarah Kepada Differensiasi

Dalam obrolan kami dengan Ibu Ratna Kawuri, tersirat informasi bahwa OVOP tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena pemahaman OVOP yang masih rancu. Misalnya, saat ini di Jawa Tengah telah ada 70 produk OVOP, dan ketika diterapkan target justru targetnya berbunyi bahwa tahun depan akan ada 140 atau dua kali lipat dari 70 produk awal.

Hal ini menyiratkan bahwa OVOP dipahami kurang mendalam, seharusnya fokus kita saat ini justru membuat produk 70 tersebut memiliki differensiasi yang tinggi, atau unik. Contoh lain, terkait OVOP mengapa semua kabupaten dan kota memunculkan produk batik sebagai OVOP ? Mungkin jika hanya Pekalongan dan Solo kami masih mampu memahaminya karena latar belakang dan potensi kedua daerah ini memang merupakan sentra produksi batik. Di samping infrastruktur dan bahan baku dari kedua daerah ini memang sudah terbangun sejak lama. Edukasi batik pun sudah ada di kedua daerah ini. 

Pemahaman OVOP sebagai sebuah gerakan membangun differensiasi produk tiap daerah harus benar-benar diluruskan, agar gerakan OVOP ini bisa berjalan dengan semestinya. Jika gerakan OVOP ini adalah benar untuk membangun differensiasi dan keunikan suatu produk, kami yakin bahwa brand produk tersebut menjadi lebih mudah terbangun sedemikian halnya dengan fokus pemasarannya.

OVOP itu berarti setiap produk harus memiliki perbedaan yang jelas antar satu daerah dengan daerah lain, dan hanya akan ada di daerah tersebut. Keuanggulan kompetensi dari produk yang sudah ditetapkan sebagai OVOP merupakan fokus pengembangannya. Mulai dari menginformasikan differensiasinya, sampai dengan promosi pemasarannya.

Begilah obrolan singkat kami bersama Ibu Ratna Kawuri yang sempat saya rekam dalam tulisan ini. Sebuah obrolan yang menarik karena ternyata dari pihak birokrasi ada yang sangat peduli dan jeli melihat permasalahan OVOP ini.


Rapat Koordinasi UKM Pangan Award 2016 di Disperindag Jawa Tengah

Rapat Koordinasi UKM Pangan Award 2016 di Disperindag Jawa Tengah
Mari kita koreksi bersama dan saling mendukung program OVOP ini, kami dari Kadin Jawa Tengah selalu siap menjadi mitra pemerintah untuk mewujudkannya.

Komentar