Sepenggal Cerita "Nakal" Dalam Pemasaran


Pemasaran Ekspor




Pengalaman ini saya share bukan untuk melihat "nakal"-nya ulah saya, tetapi lebih bagaimana kita harus kreatif menyikapi kondisi pemasaran saat itu. 


Sekitar tahun 1998-1999, saat saya masih bekerja sebagai manager marketing di salah satu perusahaan forwarder di Semarang, saya di hadapkan persaingan yang saat ketat untuk bisnis jasa pelayaran. Mungkin saat itu sudah ada 200 - 300 perusahaan yang sejenis dan memperebutkan pasar yang sama. Bisa dibayangkan betapa kami harus mengeluarkan segala daya upaya untuk merebut pasar agar eksistensi perusahaan kami tetap terjaga.

Mungkin karena frekwensi menerima penawaran yang diterima oleh staf ekspor yang terlalu sering dari banyak perusahaan pelayaran dan forwarder, membuat mereka menjadi "antipati" ketika harus menerima telepon atau kunjungan dari perusahaan sejenis ini. Sungguh suatu kendala yang cukup sering untuk kami saat itu.

Kami harus terus memutar otak agar lebih kreatif, agar pelayanan kami berbeda dengan pesaing. Mulai dari kami bantu mereka mempromosikan produk kepada buyer-buyer yang telah kami kenal karena merupakan customer kami, sampai membantu melatih staf ekspor mereka membuat dokumen ekspor.

Hal itu kami lalukan kepada customer-customer yang "telah" bisa kami akses dan ajak berkomunikasi. Tetapi bagi perusahaan (furniture & handicraft) yang sangat "sulit" untuk diakses atau bahkan dikunjungi, kami harus mencari jalan lain. Dan "kenakalan" kami pun muncul saat itu.

Ajak "Bule" Untuk Ikut Kunjungan Pemasaran

Semua perusahaan ekspor (furniture dan handicraft) saat itu pasti juga haus akan order, dan akan sensistif jika ada "orang asing" (bule) mau berkunjung ke pabriknya.

Ide inilah yang kami manfaatkan untuk sekedar melakukan "briefing" ringan kepada beberapa bule "petualang" yang ada di Semarang, yang ingin melancong tapi tidak perlu modal. Saya briefing mereka untuk "seolah-olah" menjadi calon buyer bagi beberapa pabrik. Tidak butuh waktu lama untuk mengajari mereka, karena mereka akan "menyamar" sebagai buying agency. Para "bule" ini akan menjadi teman ngobrol saya dalam perjalanan, sekaligus kunci untuk bisa masuk ke pabrik-pabrik yang sulit diakses tersebut.

Dan, berhasil ! Semua pabrik mempersilahkan kami masuk tanpa paksa ketika melihat ada "bule" di mobil saya dan bahkan langsung dipertemukan dengan tokoh penting dalam pabarik tersebut. Ketemu dengan PIC (Person In Charge) inilah yang saya butuhkan saat itu, untuk selanjutnya kita akan olah sesuai dengan skill komunikasi dan marketing yang saya miliki. Cukup dapat kontak dan bisa berkomunikasi dengan orang yang tepat adalah modal utama bagi saya untuk bisa mempresentasikan ide-ide marketing yang menarik orang dan membuat mereka mencari kita pada kesempatan selanjutnya.

Maaf, kenakalan ini terpaksa saya lakukan bukan untuk menipu, tetapi sekedar untuk bisa masuk dan bertemu dengan orang yang tepat. Jangan dilihat nakalnya, tapi mohon dilihat kreatifnya.

Beri, Maka Engkau Akan Dapat Imbalannya

Trik lain yang tak kalah menarik dan berhasil adalah ketika kami harus bersaing mendapatkan order jasa impor dari perusahaan susu yang cukup terkenal di Jawa Tengah (Yogyakarta). 

Jika melihat pesaing kami yang merupakan market leader dalam bisnis ini, dan sudah menjalin kerjasama dengan dengan perusahaan susu tersebut (lebih dari 11 tahun) maka upaya kami "mungkin" tidak akan pernah berhasil. Apalagi layanan perusahaan dari pesaing tidak mengecewakan, dan tidak ada komplain.

Lantas, apa yang kami lakukan ? Saya bersama team, tidak mau mengajukan penawaran impor seperti pada umumnya, tetapi justru kami mengajukan memberikan "training impor gratis" kepada perusahaan tersebut selama sehari penuh agar karyawan dan manajemen bisa memahami impor dengan lebih jernih dan mampu menghitung sendiri biaya yang dibutuhkan untuk menghandle sebuah impor.

Bahkan kami tidak pernah menduga jika tawaran ini mendapatkan respon cepat dan langsung dari direksi perusahaan tersebut. Segenap jajaran manajer dan direksi justru yang ikut menghadiri training impor sehari yang dilakukan in house di perusahaan tersebut. Luar biasa ! Baru kami sadari bahwa mereka memiliki "kebutuhan" untuk belajar ilmu impor.

Lebih luar biasa lagi, dalam perjalanan pulang, kami mendapatkan telepon dari manajemen perusahaan tersebut untuk memberikan penawaran impor kepada mereka dan berakhir dengan terbitnya SPK (Surat Perintah Kerja) untuk menghandle 37 kontainer impor dari Selandia Baru. Alhamdulillah, jika ada kemauan pasti ada jalan.

Demikian saya berbagi pengalaman saya sewaktu menjadi manager marketing di sebuah perusahaan forwarding, mungkin hal ini akan menginspirasi teman-teman lainnya untuk lebih kreatif dalam menyikapi sebuah persaingan.

Komentar