Memangnya Ada "Surat Keterangan Buyer Tidak Mampu" ?


Just Be Happy.

He-He, kejadian ini terjadi sekitar tahun 2004 - 2005 yang lalu ketika saya masih berbisnis furniture ekspor. Kejadiannya berawal ketika ada salah satu buying agency furniture yang berdomisili di Yogyakarta menelpon kami untuk mempresentasikan produk kami di kantor mereka di Yogyakarta.

Agen ini adalah warga negara Indonesia yang bekerja untuk sebuah perusahaan buying agency dari Australia. Maaf saya tidak bisa sebutkan nama perusahaannya, meskipun perusahaan tersebut saat ini sudah tidak ada alias sudah tutup usahanya.

Menindaklanjuti undangan tersebut maka kami berangkat ke Yogyakarta keesokan harinya, dan saya mengajak 1 staff kami untuk mendampingi. 

Sesi pertemuan pertama ini kami diminta untuk mempresentasikan produk-produk kami. Selanjutnya mereka mulai melakukan seleksi atas foto produk kami. Cukup banyak produk dan desain kami yang baru yang mereka pilih.

Pilihan atas produk kami telah ditentukan kurang lebih ada belasan item dan mereka meminta kepada kami untuk menyiapkan sampel-nya. Kami setujui, dan kami selanjutnya memberikan perhitungan nilai sampel kepada mereka.

Apa komentar mereka ? Bukankah sampel ini gratis ? He-He, kemudian kami jelaskan bahwa mereka harus bayar dulu sampel-nya, nanti setelah ada order dari mereka sesuai dengan kuantitas yang disepakati maka nilai sampel akan kami kembalikan. Tetapi sepertinya mereka ngotot untuk minta sampel gratis kepada kami, padahal ketika kami tanya juga mengenai prospek order mereka kepada kami mereka juga belum bisa jawab.

Sambil tersenyum-senyum akhirnya kami menjawab bahwa kami bisa berikan sampel kepada mereka .... GRATIS, asal mereka bisa memberikan kami "Surat Keterangan Buyer Tidak Mampu" dari kelurahan setempat alias Surat Keterangan Buyer Miskin. Ha-Ha, seketika wajah agen yang orang Indonesia merah padam dan staff saya sudah tidak bisa menahan tertawanya. Setelah itu kami pamit undur diri, karena si Bule paham apa yang saya maksudkan setelah dijelaskan oleh agen Indonesianya.

Ya, pengalaman lucu ini memang benar-benar saya alami. Jangan terlalu "haus" akan order sehingga tidak rasional lagi terhadap hal-hal yang seharusnya kita cermati. Seharusnya dia cukup meminta 1 atau 2 sampel sekedar untuk melihat kualitas material dan workmanship kami bukan meminta sebanyak belasan item secara gratis. Gambaran ini menunjukkan bahwa buyer yang kita temui bukanlah buyer yang kredible dan bonafide.

Guyonan yang kami lemparkan sebenarnya bukan contoh yang baik, tetapi kami ingin menunjukkan kepada agen Indonesianya bahwa bisnis didasarkan pada azas saling menguntungkan bukan salah satu pihak ingin memanfaatkan pihak yang lain.

Kami yakin bahwa teman-teman UMKM juga banyak mengalami hal-hal seperti ini, cermat dan bijaksanalah dalam menyikapi "buyer" agar kepentingan usaha kita juga perlu dipertimbangkan. Semakin lemah kita dalam berhadapan dengan "buyer" maka merupakan peluang bagi "buyer" untuk mengambil keuntungan lebih dari kelemahan negosiasi kita.







Komentar