Mengapa Masih Import Gula?

Mengapa Masih Impor Gula?


Jawaban paling mudah untuk pertanyaan di atas adalah karena kebutuhan gula nasional belum bisa dipenuhi oleh produksi gula nasional. Dan jawaban ini memang yang sering kita dengar, terutama dari pemerintah.
Seharusnya pemerintah tidak berhenti dengan jawaban tersebut, harus ada upaya nyata bagaimana meningkatkan produksi gula nasional karena track record kita dalam produksi gula yang pernah menjadi pengekspor gula nomor 2 terbesar di dunia di era tahun 1930-an sudah cukup memberikan bukti dan motivasi bahwa kita punya potensi, dan kita harus mulai menggarap lagi.
Jika gula pasir tidak mendukung program peningkatan produksi gula nasional, mengapa juga harus terus mengkonsumsi gula pasir? Dengan produksi gula cair (gula tebu - red) kita bisa meningkatkan rendemen lebih dari 100% sehingga fasilitas pabrik gula di Indonesia bisa diarahkan memproduksi gula cair. Dalam produksi gula pasir, glukosa dan fruktosa atau biasa disebut mollase tidak dipakai, padahal glukosa dan fruktosa adalah gula juga.
Jika rendemen naik 100% atau produksi meningkat 2 kali lipat dan masyarakat sudah mulai "dibiasakan" menggunakan gula tebu cair maka seharusnya ekspor bisa ditekan, dan akhirnya bisa dihilangkan. Saya mendampingi PT GULA ENERGI NUSANTARA, produsen gula cair GULANAS, untuk memperjuangkan swasembada gula nasional, dan perusahaan ini justru masih berskala UMKM.

Bagi perusahaan besar dengan kemampuan finansial yang memadai serta jaringan yang luas, perjuangan untuk swasembada gula nasional mungkin tidak akan sesulit yang kami hadapi saat ini. Di skala UMKM, meskipun pasar sudah mulai berkembang dengan baik namun keterbatasan kapasitas produksi dan keterbatasan finansial untuk pengembangan kapasitas produksi masih menjadi warna sehari-hari.

Beberapa industri makanan besar telah berminat untuk menggunakan produk gula cair sebagai pengganti gula rafinasi namun kendala kapasitas produk masih dalam upaya penyelesaian dan diharapkan dalam 1-2 tahun ke depan ada progres pengembangan produksi telah terealisasi dengan pembangunan pabrik di Rembang dan Wonosobo.

Perubahan Konsumsi dari Gula Rafinasi ke Gula Cair.

Edukasi pasar selama lebih dari 3 tahun dari GULANAS kepada pasar hotel, cafe dan resto mulai mendapatkan sambutan yang baik dari industri tersebut sehingga penyerapan produk gula cair semakin meningkat dari bulan ke bulan. Repeat order dari pasar merupakan indikasi bahwa produk gula cair, baik gula tebu cair maupun gula aren cair telah diterima oleh pasar dengan baik.

Tugas swasembada gula nasional dari sisi produksi adalah tugas bersama antara pemerintah dan produsen gula, namun tugas swasembada gula nasional dari sisi konsumsi adalah tugas dari konsumen dan masyarakat. Selama masyarakat masih terus mengkonsumsi gula pasir maka upaya untuk menekan impor gula semakin berat.

Perubahan kebiasaan konsumsi gula pasir menjadi gula cair sebenarnya bisa dimulai dengan edukasi, menyediakan pilihan gula di masyarakat dan mengupayakan ketersedian gula cair di setiap outlet di masyarakat. Pasti tidak akan terjadi dalam waktu singkat, butuh waktu dan butuh proses yang bertahap.

Ketika issue gula sehat dan penyakit diabetes bergulir, GULANAS telah menyikapi hal tesebut dengan produk-produknya sejak awal. Gula cair jika dibandingkan dengan gula pasir relatif lebih sehat karena index glikemiknya lebih rendah daripada gula pasir, terlebih lagi dalam hal gygienitasnya. Kendala yang dihadapi oleh produk gula cair adalah dalam hal distribusinya, karena terkait berat dan volume. Bahkan saat ini GULANAS telah memperkenalkan gula yang rendah glikemik index-nya sehingga bisa dikonsumsi oleh penderita diabetes. Sukses!




Komentar