Leadership Ala Bule.

Leadership Ala Bule.
Belajar bisa dari mana saja, dari buku (literasi), training & workshop, referensi atau pengalaman sendiri. Khusus yang terakhir ini saya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya ketika belajar memimpin sebuah pabrik, 

Tahun 1999 saya direkrut oleh sebuah perusahaan PMA Italia yang bergerak di bidang manufaktur furnitur di Semarang untuk menduduki jabatan factory manager. Setelah lulus test dan wawancara, maka diterima di posisi tersebut karena kebetulan saya bisa berbahasa Italia cukup lancar pada waktu itu.

Pelajaran pertama dimulai, ketika owner perusahaan berbicara kepada saya: "Itu adalah ruanganmu dan itu meja kerjamu, tetapi saat ini kamu belum boleh berada di sana sebelum kamu paham setiap proses dalam perusahaan ini. Mulai besok kamu harus terlibat langsung dengan team-mu di lapangan, di proses awal bisnis ini."

Bisnis manufuktur furnitur ini diawali dengan pembelian bahan baku kayu, proses pemilihan material yang baik adalah proses yang paling mendasar dan paling penting. Di tempat supplier kayu atau bahkan di hutan jati itulah saya pertama kali harus bekerja. Belajar memilih kayu yang terbaik, dan selanjutnya mengurus transportasi bahan baku ke pabrik. Keterlibatan memberikan percepatan pemahaman atas pekerjaan yang kita lakukan, setidaknya hal ini yang saya pahami. Jika hanya tahu teori-nya maka tidaklah cukup, karena kondisi di lapangan butuh improvisasi dan keputusan yang cepat. Belajar dari team di lapangan juga merupakan tambahan pengalaman tersendiri.

Pelajaran kedua dimulai saat bahan baku sudah sampai di pabrik, bagaimana mempersiapkan bahan baku tersebut mulai dari memasukkannya ke dalam kiln-dry maupun dikeringkan secara alami di udara terbuka adalah hal-hal di tahap proses persiapan bahan baku. Kembali saya harus terlibat sebagaimana para karyawan yang lain untuk membelah kayu sesuai dengan kebutuhan, dan selanjutnya melakukan proses pengeringan.

Pelajaran ketiga dimulai saat bahan baku telah siap, dan masuk proses produksi. Melakukan pembahanan bahan baku sesuai dengan kebutuhan adalah proses disebelum membuat setiap komponen furnitur. Kemampuan membaca desain dan gambar harus dipahami benar, kesalahan membaca gambar merupakan kesalahan yang sangat fatal. Selain itu, kalibrasi alat ukur juga menjadi sesuatu yang paling penting sebelum melakukan pembahanan karena berbeda alat ukur bisa berbeda presisi-nya. Harus ada alat ukur utama yang menjadi master dari semua alat ukur yang digunakan, harus ada 1 pedoman.
Pelajaran keempat adalah pelajaran melakuan assembling komponen menjadi sebuah furnitur. Pentingnya seorang QC baru terlihat nyata dalam proses ini, kerapihan pekerjaan dan kualitas sambungan menjadi hal yang paling kami perhatikan.
Pelajaran kelima adalah pelajaran melakukan finishing produk yang telah diassembling. Meskipun terlihat sederhana proses amplas tidaklah sesederhana yang terlihat. Proses amplas adalah tahapan mendasar untuk mempersiapkan kualitas finishing yang prima apalagi jika produk furnitur-nya adalah furnitur indoor. Tolok ukur dari pemilik perusahaan untuk finishing top table adalah wajah kita bisa terlihat di top table tersebut. Jika kita bisa mendalami maksudnya maka kita paham bahwa teknik dan taste finishing sangat dibutuhkan. Finishing akhir dengan berbagai bahan baku seperti NC (nitro cellulose) dan PU (poly urethane) juga harus saya pahami dengan baik. Inilah kualitas akhir furnitur yang kita kerjakan sebelum melakukan packaging.
Pelajaran keenam adalah pelajaran eksportasi produk, mulai dari pemesanan kontainer, packaging produk, penataan loading barang di dalam kontainer dan dokumentasi ekspor. Saya tidak banyak mengalami permasalahan dengan hal ini karena back ground saya sebelumnya adalah dari perusahaan forwarding.

Keenam pelajaran di atas saya lakukan sekitar 6 bulan, dan setelah melihat keterlibatan dan pembelajaran saya di lapangan, pemilik perusahaan akhirnya mempersilahkan saya untuk menempati ruangan dan kursi seorang factory manajer untuk memimpin sekitar 75 orang pada awalnya.

Ilustrasi di atas menggambarkan betapa kita harus memahami permasalahan secara detail sebelum kita mengambil satu keputusan atau satu kebijakan. Pelajaran inipun saya pahami benar setelah selama 6 bulan terlibat dalam setiap proses di lapangan, dan ikut merasakan betapa beratnya mengangkut sebuah kayu log, membelahnya serta membuatnya menjadi komponen-komponen sebuah furnitur.
Dengan memahami hal ini kita bisa tahu bagaimana nanti kita melakukan rencana produksi, perencanaan harga dan juga perencanaan SDM. Seorang pemimpin harus paham benar apa yang dipimpinnya, bahkan jika perlu dia harus menunjukkan bahwa dia bisa melakukan pekerjaan lebih baik dari anak buahnya. Pelajaran ini saya ingat benar sampai sekarang, karena terkadang tidak mudah mengatur anak buah dengan hanya perkataan (teori) melainkan juga harus memberikan contoh langsung kepada anak buah. Jika mereka tahu bahwa pemimpinnya bisa melakukan pekerjaan lebih baik dari mereka, mereka secara psikologis akan takluk dan menurut kepada pemimpinnya.
Semoga sharing ringan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman UMKM yang sudah mulai memiliki banyak karyawan karena saya yakin pengalaman ini sanga berharga. Suskes!






Komentar