Perilaku Konsumen Online Indonesia di Tahun 2018


Perilaku Konsumen Online Indonesia di Tahun 2018.
Jika di tulisan sebelumnya kami menyinggung masalah trend marketing di tahun 2018, maka pada hari ini saya ingin memberikan gambaran trend perilaku konsumen online di Indonesia tahun 2018. Hal ini akan menjadi sangat penting bagi para pelaku UMKM (pedagang online) yang tengah mencari strategi pemasaran online bagi produknya.

Tahun 2017 adalah tahun yang penuh dengan gejolak dalam perkembangan e-commerce Indonesia. Mulai dari masuknya investasi Alibaba melalui Lazada dan Tokopedia, meroketnya pertumbuhan pemain baru Shopee dalam memenangkan pasar mobile, dan jumlah transaksi Harbolnas 2017 yang mencapai Rp 4 triliun dalam tiga hari.

Momen bombastis yang terjadi di tahun lalu tampak menunjukkan geliat perdagangan online yang semakin panas di Indonesia. Tentu gairah ini tidak akan turun begitu saja di tahun 2018. Justru kami yakin permainan e-commerce di tanah air akan semakin menarik berkat hadirnya pemain-pemain yang semakin kompetitif.

Perkembangan e-commerce seolah sudah tidak terbendung. Semua pemain berlomba-lomba untuk mengambil kue pasar Indonesia. Tidak heran bila pasar Indonesia begitu menggiurkan, gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan pengguna internet yang berbelanja online di tanah air memiliki nilai transaksi sebesar Rp 75 triliun secara online di tahun 2017. 

Angka yang fantastis ini baru berasal dari 24,7 juta konsumen. Sementara angka pengguna internet di Indonesia sudah menembus 132,7 juta di awal tahun 2017. Di sini kita bisa melihat terdapat potensi yang sangat besar untuk merebut kue pasar perdagangan online di Indonesia.

Meskipun begitu, memenangkan pasar Indonesia tidak semudah yang dibayangkan. Masih banyak tantangan yang masih harus dihadapi oleh pelaku e-commerce hingga sekarang. Mulai dari akses dan kecepatan internet, masalah geografis dan tipografis, hingga metode pembayaran.

Baru-baru ini, iPrice meluncurkan riset White Paper pertamanya dengan mengumpulkan data lebih dari 1000 e-commerce di negara Asia Tenggara dalam periode Juli 2016 hingga Juni 2017.

Riset tersebut berisi temuan-temuan menarik terkait perilaku konsumen Indonesia dalam berbelanja online. Temuan ini tentu bisa menjadi sebuah insight yang bermanfat bagi pemain e-commerce untuk menentukan strategi marketingnya dalam merebut hati konsumen.
Konsumen Lebih Suka “Mampir” Lewat Smartphone.


Penggunaan smartphone yang semakin bertambah tiap tahunnya ternyata sejalan dengan peningkatkan trafik mobile terhadap situs toko online. Hal ini ditandai dengan peningkatan kunjungan mobile dengan rata-rata sebesar 19% di Asia Tenggara dalam kurun 12 bulan.

Sementara data sampel e-commerce yang beroperasi di tanah air menunjukkan rata-rata sebesar 87% trafik berasal dari penggunaan mobile. Temuan ini menunjukkan pangsa mobile adalah potensi yang besar untuk meraup kunjungan atau trafik yang lebih tinggi. Hal ini bisa dilakukan oleh para pemain e-commerce dengan menginvestasikan pengembangan situsnya agar lebih mobile-friendly.

Tren perilaku konsumen ini nampaknya sudah diprediksi oleh Shopee, yang sedari awal sudah fokus pada platform mobile sehingga konsumen lebih mudah mencari barang dan berbelanja. Tren peningkatkan trafik mobile ini pun turut mendorong Shopee berinvestasi banyak pada mobile app.

Lihat Barang Lewat Mobile, Belanja Lewat Desktop

Kendati jumlah trafik dari mobile menyumbang rata-rata 87% dari total trafik, namun konsumen masih lebih suka melakukan transaksi melalui desktop. Inilah uniknya perilaku konsumen Indonesia dan juga negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara.

Terdapat istilah conversion rate, secara singkat merujuk pada kunjungan yang berujung pada pembelian produk. Riset menunjukkan conversion rate kunjungan desktop 200% lebih tinggi dibandingkan conversion rate dari kunjungan mobile.

Data tersebut menunjukkan perilaku umum konsumen online Indonesia, yakni melihat-lihat barang melalui mobile atau aplikasi, namun baru belanja lewat komputer atau laptop. Menurut Andrew Prasatya, Content Marketing Lead iPrice, konsumen lebih suka bertransaksi melalui desktop karena dinilai lebih nyaman, mudah, dan terpercaya.

Layar lebar desktop memang menawarkan ruang yang lebih luas, dapat melihat semua fitur dalam sekali pandang, dan lebih mudah memilih produk yang diinginkan. Hal inilah yang mungkin belum bisa ditawarkan oleh layar mobile yang memiliki keterbatasan ruang untuk menampilkan fitur sebuah situs.

Meski jumlah trafik mobile tidak serta-merta memiliki conversion rate yang tinggi, hal ini juga bisa menjadi referensi kebijakan para pelaku e-commerce. Misalnya bagi pemain yang baru berkecimpung dalam perdagangan online, mungkin ada baiknya bila fokus para peningkatan trafik terlebih dahulu dengan mengembangkan kualitas situs mobile.


Rata-rata Pembelanjaan Konsumen Indonesia Sebesar Rp 481 ribu.

iPrice juga menghitung basket size konsumen online Indonesia yakni nilai rata-rata pembelanjaan tiap konsumen pada periode tertentu. Meski secara vertikal, e-commerce Indonesia terdiri berbagai macam bentuk seperti fesyen atau elektronik, namun rata-rata jumlah pengeluaran konsumen saat belanja online mencapai US$ 36 atau Rp 481 ribu.

Menilik dari kacamata regional, nilai tersebut membuat Indonesia menduduki posisi basket size terendah kedua di Asia Tenggara. Kalau jauh dengan Singapura yang mencapai US$ 91. Temuan nilai basket size tersebut juga menunjukkan seberapa besar purchasing power konsumen Indonesia saat bertransaksi online. Hal ini tentu berbanding lurus dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita negara.

Dari segi pelaku e-commerce, temuan nilai basket size ini bisa menjadi pandangan untuk menentukan target pasar, harga produk yang dijual, hingga strategi promosi yang digunakan.


Konsumen Indonesia Suka Berbelanja Online di Hari Kerja.

Jika Anda pernah mengira orang Indonesia suka belanja online saat akhir pekan, ternyata asumsi tersebut salah besar. Justru konsumen Indonesia adalah yang paling aktif berbelanja online di hari kerja di siang hari.

iPrice mencatat dari keseluruhan sampel, puncak pemesanan barang paling populer adalah pada pukul 10.00 pagi hingga 5.00 sore. Selain itu conversion rate paling tinggi juga terjadi pada hari Rabu, sementara di akhir pekan conversion rate justru turun hingga 30 persen.

Pada periode kuartal ketiga 2016 hingga kuartal kedua 2017, jumlah pesanan pada pukul 11.00 rata-rata lebih tinggi 69 persen dibandingkan jam lainnya. E-commerce pun masih mendapatkan banyak pesanan pada pukul 16.00 yakni saat orang-orang sedang pulang kerja.

Hasil riset tersebut juga tidak kalah jauh dari penelitian perilaku belanja online di Amerika Serikat. Firma CNBC menyatakan bahwa 31,2 persen konsumen online melakukan transaksi di jam kerja.

Dalam laporan Workarea, di hari Jumat dan Sabtu umumnya konsumen beraktivitas offline. Selanjutnya pada hari Minggu mereka mulai berselancar kembali untuk mencari produk yang kemudian dimasukkan ke dalam wishlist. Temuan-temuan ini tentu bisa menjadi referensi para pelaku e-commerce untuk kapan melakukan flash sale ataupun strategi promosi yang menarik konsumen untuk melakukan transaksi.

Metode Pembayaran Transfer Bank Masih Tetap Populer.

Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura yang rata-rata pembayaran dilakukan menggunakan kartu kredit, konsumen Indonesia masih nyaman menggunakan cara konvensional saat berbelanja online.

Meski metode pembayaran yang ditawarkan e-commerce sudah cukup beragam, riset iPrice yang memakai sampel data dari 200 lebih e-commerce lokal menemukan 94 persen transaksi masih didominasi metode transfer bank. Metode Cash on Delivery (COD) pun masih populer, terbukti sebanyak 43 persen e-commerce masih menawarkan opsi tersebut.

Wajar bila kita melihat konsumen Indonesia cenderung memilih metode pembayaran yang masih jadul. Hal ini dikarenakan masih banyak orang dewasa yang belum memiliki rekening bank, yakni sekitar 150 juta orang. Penetrasi kartu kredit di Indonesia juga masih paling rendah dibanding negara lain di Asia Tenggara. Codapay mencatat pada tahun 2015 penetrasi kartu kredit di tanah air hanya sebesar 1,6 persen. 

Trust issue juga menjadi alasan COD masih banyak dipakai oleh konsumen meskipun metode ini sebenarnya tidak efektif. Secara bersamaan, data tersebut menunjukkan ada yang kurang matang di sistem pembayaran e-commerce Indonesia. Sistem pembayaran ini tentu masih menjadi masalah klasik yang tak kunjung usai dalam pekerjaan rumah pelaku industri e-commerce.

Informasi penting di atas akan sangat bermanfaat bagi para pedangan online dalam meracik strategi pemasarannya di tahun ini. Dalam dunia digital dibutuhkan keputusan cepat dan fleksibilitas yang tinggi untuk keluar dari persaingan. Tanggap terhadap perilaku pasar adalah sebuah syarat untuk sukses dalam pemasaran online. Sukses!


 


 


 

 


 

 

Komentar