Apakah Usaha Mikro dan Kecil Sudah Perlu Dipertemukan Langsung Dengan Importir Luar Negeri ?


Business Match

Semua ada porsinya dan semua ada ukurannya. Mungkin hal ini yang bisa kami sampaikan ketika begitu maraknya dalam kegiatan promosi pemerintah dalam mengangkat UMKM, mereka mempertemukan UMKM dengan buyer internasional. Seolah hal ini seperti upaya mengibarkan "cerita kepahlawanan" pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan dalam pembinaan UMKM.

Meskipun mungkin produk yang diusung cukup prospektif, namun bisnis tidak hanya bertumpu pada produk melainkan juga pada entrepreneurship mereka. Benarkah pola pikir dan sikap mental mereka sudah siap berkiprah dalam perdagangan ekspor, ataukah mereka masih butuh "jembatan" yang bernama eksportir ?

Seringkali yang dijadikan acuan hanyalah produk, bahkan kualitas produknya pun belum teruji konsistensinya. Belum lagi masalah kemampuan finansial dari pihak UMKM yang sering mengganjal sebuah transaksi, atau bahkan yang mengakibatkan komplain atas "ketidakmampuan supply" yang sering terjadi.

Memahami Arti Promosi Produk

Sering anggaran promosi perdagangan tidak termanfaatkan dengan tepat, sebagaimana ilustrasi di atas. Masih banyak pekerjaan pembinaan dan perencanaan promosi yang belum tersentuh sebelum memberanikan diri "mempertemukan" UMKM secara langsung dengan buyer di luar negeri. Apakah benar-benar sudah ada ukuran dan kriterianya ketika pelaku UMKM diajak bertandang ke luar negeri untuk "dipaksa" bernegosiasi dengan buyer.

Bisa jadi hal ini justru menimbulkan hal yang kontra produktif dari tujuan promosi itu sendiri ketika pelaku UMKM yang dipromosikan tidak mampu mengemban misi promosi. Mereka harus paham yang mereka emban bukan sekedar bisnisnya pribadi melainkan bisnis seluruh UMKM di Indonesia. Jika mereka tidak mampu melakukan presentasi dengan baik dan bersikap profesional maka itulah peniliaian buyer terhadap "semua" UMKM di Indonesia !

Bagi kami promosi berarti menampilkan hal-hal yang terbaik dari Indonesia, baik dari sisi produk dan pelaku usaha yang profesional. Tujuannya adalah membangun potensi magnet perdagangan yang lebih besar untuk produk-produk lain yang belum berkesempatan dipromosikan.

Selain sebelumnya harus dipelajari karakteristik pasar dan apa yang banyak dibutuhkan oleh pasar tersebut dari Indonesia, pemilihan produk yang tepat dan sesuai kebutuhan pasar menjadi persyaratan mendasar. Pemilihan produk secara legalitas, kualitas, kapasitas dan kemampuan supply (kontinuitas) juga menjadi persayatan berikutnya disamping kualtias profesionalitas dari individu dan organisasi yang akan dibawa untukk dipertemukan dengan buyer dari negara lain.

Mengapa kami mengatakan demikian ? Semua adalah karena pengalaman kami dalam mengelola komplain dari luar negeri atas kinerja eksportir dan produsen dari Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Sungguh banyak sekali komplain yang datang kepada kami untuk bisa kami berikan solusi dan pemahaman baik kepada buyer maupun kepada eksportirnya.

Promosi tidak hanya "datang" di awal melainkan juga perlu muncul dalam tahap monitoring kinerja perdagangan ekspor dan saat komplain muncul dari buyer. Pelayanan informasi yang mudah dan komunikatif serta penangan komplain yang bijaksana justru menjadi "promosi" yang paling efektif dalam memberikan persepsi profesionalitas di perdagangan ekspor Indonesia.

Mengapa Harus Pelaku UMKM Yang Dijadikan Ujung Tombak Promosi ?

Untuk konteks pembinaan yang berjudul memperkenalkan UMKM dengan pasar agar mereka memiliki pengetahuan dan wawasan terhadap karakteristik pasar dan apa yang dibutuhkan oleh pasar kami setuju. Tetapi jika para pelaku UMKM lantas dijadikan "ujung tombak" promosi tanpa ada pendampingan dari para ahli pemasaran atau promosi maka tujuan dari promosi dikawatirkan meleset. 

Seharusnya dalam perencanaan delegasi business matching, dipersiapkan juga para pendamping yang telah berpengalaman dalam promosi dan pemasaran produk Indonesia sehingga rencana dan strategi pengiriman delegasi yang menghabiskan anggaran tidak sedikit bisa optimal.

Mungkin jika "hanya" terkait bisnis mereka (UMKM), mereka bisa menjawab pertanyaan dengan baik, namun ketika dihadapkan pada pertanyaan mengenai logistik, sistem pembayaran dan trasaksi serta masalah persyaratan dan prosedur ekspor kami berharap ada ahli yang mendampingi mereka. Jangan sampai aksi "asal jawab" menjadi boomerang atau hal kontra produktif di kemudian hari.

Sebenarnya delegasi perdagangan akan lebih efektif jika meliputi team yang memahami produk dan produksi, distribusi dan logistik, pemasaran dan promosi (negosiator) selain jika diperlukan adalah UMKM yang produknya akan dipromosikan.

Satu hal lagi, ketika memang produk yang dibutuhkan oleh suatu negara bisa disupply oleh sebuah perusahan menengah atau besar maka hal ini sebenarnya yang bisa dijadikan "quick win" dalam perdagangan ekspor. Mengapa ? Karena perusahaan tersebut relatif telah siap baik dalam kapasitas produksi dan finansialnya. Barus setelah itu kita bisa memperjuangkan ceruk pasar bagi UMKM, karena tujuan awal delegasi adalah promosi.

Demikian sumbang saran kami, semoga hal ini bisa menjadi pertimbangan di masa mendatang. Pro UMKM bukan berarti bahwa semuanya harus mengutamakan UMKM, melainkan semua harus mengutamakan keberlangsungan bisnis dan UMKM adalah bagian dari bisnis ini.

Komentar