10 Kunci Sukses Menjalankan Organisasi Penjualan

Sukses Menjalankan Organisasi Penjualan

Organisasi  penjualan  adalah  suatu  bentuk  organiasasi  yang  tidak  ada  bentuk,  Kenapa?  karena  oganisasi  penjualan adalah  dinamis, mudah berubah sesuai dengan kebutuhan,  tuntutan pasar  dan  desakan persaingan.  Penulis  sangat  mengapresiasi  salah satu Buku  dengan  judul  “Plan or Die” , karena isinya  adalah  orang-orang hebat seperti;  Timothy Nolan  Ph. D.,  Leonard  Goodstein  Ph. D.dan  J. William  Pfeiffer  Ph.D.

Beberapa  kata  kunci di dalam  mensukseskan organisasi penjualan adalah  adanya etos  kerja di dalam budaya organisaasi  itu, yaitu KEBUTUHAN AKAN  PERUBAHAN,  dengan  kemampuan  dan  keterampilan  dalam menerima Visi.  Dari  prinsip  itu saya jabarkan ke dalam 10 kunci  sukses menjalankan organisasi penjualan, agar dapat  seiring dengan arus  tuntutan  situasi sebagai berikut:


Pertama, Ambil  keputusan berdasarkan “Values”. Hal  ini sangat penting dikarenakan Values / nilai-nilai adalah  alat pengikat dan kendali setiap aktivitas  harus berdasarkan nilai-nilai  organisasi yang sudah disepakati bersama,  sehingga  dengan  keputusan berdasarkan nilai-nilai  maka ini merupakan jangkar yang kokoh.


Kedua, Miliki  sebuah “Misi” berdasarkan  pandangan bersama.  Hal  ini  penting, dikarenakan setiap  visi dan misi disusun  dan  disepakati bersama sebagai modal dasar yang sangat kuat.  Karena setiap produk dan kegiatan organisasi adalah milik bersama,  sehingga akan menciptakan  jiwa  rasa memiliki dan keterlibatan dari awal sebagai kunci keberhasilan kelompok kerja, dan perusahaan secara utuh.


Ketiga,  Beri semangat agar selalu gigih.  Memberi semangat  diibaratkan supporter pada suatu pertandingan. Walaupun belum tentu mendapatkan insentif , namun rasa kebersamaan dan dukungan moral adalah  Motivator Tool yang cukup efektif bagi dunia penjualan. Mereka   sangat haus akan dukungan dan pengertian akan teman-teman di lingkungan mereka berada sebagai pelepas dahaga , dan  obat  kuat agar selalu dapat bersemangat di dalam situasi kerja berat sekalipun.


Keempat,  Berikan Reward bagi yang berprestasi, dan pengambil resiko. Reward adalah  kata yang paling cocok untuk setiap  kegiatan agar memacu motivasi di setiap jajaran organisasi penjualan. Walaupun biasanya dalam sistem motivasi    reward itu berdampingan dengan Punishment. Hanya saja  kata  punishment lebih bersifat / bermakna negative , walau banyak di antara  golongan karyawan tertentu  punishment lebih mujarab agar mereka berkinerja tinggi.   Maka,  memberi semangat tidak selalu harus dalam bentuk insentif materi semata, namun dapat juga dilakukan dalam bentuk perhatian dan memanusiakan mereka.


Kelima, Karyawan adalah “Asset”, sehingga terus-menerus perlu di tingkatkan  produktivitasnya.  Tuntutan  jaman mengharuskan setiap insan di dalam organisasi diperlakukan sebagai  assets yang harus dipelihara,  berkembang dan menguntungkan.  Karena  bermodalkan  hal ini , maka  tingkat  turn-over manpower akan mengecil,  dan  loyalitas karyawan semakin terjaga.


Keenam, Budaya  Continuous Learning / Pembelajar sejati.  Organisasi penjualan akan  terus bertahan dan berkembang, sehingga orang-orang yang ada di dalamnya pun  terus berkembang. Oleh karena itu, budaya  belajar di perusahaan  adalah perlu diciptakan secara ter-struktur dan ber-kesinambungan.  Hal  ini  sangat penting  karena  belajar  adalah suatu kegiatan tanpa akhir,  dan tidak mengenal usia. Oleh karenanya  budaya  belajar secara berkesinambungan adalah sebuah kegiatan yang perlu mendapatkan pehatian khusus, dan anggaran yang cukup,  agar  hal  ini  bukan hanya sebagai simbol semata.


Ketujuh, Biasakan  mencari  Solusi inovasi.  Pemahaman akan kiat ketujuh  ini – menurut  bukunya Nur Kuncoro disebut sebagai  out of the box.  Inovasi adalah  sesuatu yang keluar dari alam biasanya, yaitu  “Nyeleneh’ , aneh,  tidak  umum, namun harus diikat dengan kata aplikatif,  bukan  hanya semata-mata gagasan yang inovatif atau kreatif  saja.  Sangatlah percuma inovatif, tapi tidak dapat dieksekusi. Jadi, dengan kata lain bahwa solusi yang inovatif  ini juga harus aplikatif.


Kedelapan,  Supervisi antisipatif.  Tugas  para  jarajan penjualan adalah  selalu berada  jauh dari  kantor.  Kegiatan mereka sangat mobile. Sehingga terkadang memberikan kesan sebagai  orang-orang yang susah dikontrol,  liar dan banyak menghindar  dari  kejaran  pengawasan.  Untuk mengantisipasinya diperlukan suatu sistem supervisi  antisipatif,  yaitu  dengan mengurangi kemungkinan  adanya waktu luang untuk  mencuri waktu: berikan jadwal yang padat,  terukur,  yang biasanya disebut sbagai pola kerja baku, sehingga seluruh kegiatan  mulai dari jam hadir di kantor, di lapangan, di perjalanan dan waktu administrasi semuanya dihitung secara seksama. Saat ini hal tersebut sudah sangat mungkin dilaksanakan dengan bantuan teknologi connecting dan  online antara  pelanggan dengan  kantor.


Kesembilan, Mindsets manajemen  selalu  “pro” pada pasar.  Pada dasarnya, perusahaan menjual produk atau jasa  adalah  karena  adanya  kebutuhan konsumen. Dengan  prinsip itulah  seharusnya  orientasi dan budaya organisasi penjualan  harus  pro kepada pasar. Mulai dari  produk yang ditawarkan,  program  promosi,  dan purna jual semuanya pro pasar. Sehingga  pandangan lama  bahwa  di dalam proses menjual itu  ditekankan tentang  customer  need analisis. Namun, saat   ini  sudah  tidak  cukup lagi,  karena itu diperlukan  dua langkah ke depan,  yaitu  selain  Need harus  juga Meet dan Exit.

Perbedaaanya  dimana?   kalau hanya need hanya bersifat  pasif. Sedangkan Meet ada  follow up atau tindak lanjut  secara proaktif. Untuk menjaga  loyalitas  konsumen,  maka harus  diketahui Exit, analisisnya. Sehingga, kita bisa mengantisipasi  setiap  pelanggan agar  jangan sampai  meninggalkan kita.


Kesepuluh,  selalu berpikir besar , namun  menguasai hal detail.  Bicara  Go  retail , maka  kita  harus  juga  Go  detail.  Kegiatan   inilah yang langka,  dan  hampir selalu diabaikan  –  karena  bicara  detail adalah pekerjaan  yang membosankan, bahkan buang-buang waktu. Namun  kita  akan  dapat  menyusun gunung  yang besar, bilamana  kita  juga  berhasil  menyusun  batu-batu  kecil sebagai pondasinya.  Dengan pemikiran Think Global act Local,   rencana  strategis ini dapat terintegrasi, dan  diaplikasikan dengan baik oleh  setiap  pelaku organisasi yang ada dibawahnya.  Sehingga,  stigma lama yang mengatakan; “Aahh  itu  sih cuma  teori,”  – lambat  laun akan menghilang,  dan  strategi  yang komprehensif  akan menjadi  jawaban  untuk memenangkan  persaingan, ……. Percayalah …….!!!!!! (www.marketing.co.id)

Komentar