Feel & Value, Inti Sari Belajar Marketing

Feel & Value Bagi Seorang Marketing

Masih lanjutan obrolan saya dengan Mas Isa Ismail, GM MesaStila, beberapa hari lalu, yaitu mengenai pengalaman-pengalaman kami belajar marketing selama lebih dari 20 tahun. Sebenarnya apa yang telah kami dapatkan selama belajar dalam kurun waktu tersebut, baik mengenai pengetahuan, wawasan maupun pengelaman kerja ?

Saya malah lupa saya bisa apa dengan pengalaman yang 20 tahun tersebut, bagi saya marketing adalah sebuah seni membangun "insting" dalam mengenali pasar dan apa yang dibutuhkannya disamping mengasah produk menjadi "seperti" apa yang diinginkan oleh pasar.

Dan Mas Isa pun mengiyakan kondisi seperti ini karena pada akhirnya yang dibutuhkan oleh seorang pemasar adalah "Feel" dan bagaimana membangun "value" dari produk dan service yang dipasarkannya. Feel bagi kami adalah sebuah "standard" perasaan (chemistry) yang dimiliki oleh pemasar terhadap "kecocokan" dengan pasar yang akan dibidiknya. Bisa dikatakan bahwa feel ini adalah semacam cita rasa pasar yang telah kita kuasai. Sementara value akan melekat terhadap produk dan layanan, bagaimana seorang pemasar mengangkat sebuah "value" dari produk yang dipasarkannya adalah standard kualitas dari marketing itu sendiri.

Pengalaman saya belajar disain furniture Italia pada tahun 2000-an dan langsung di bawah disainer furniture Italia membuat saya belajar mengasah rasa bagaimana merasakan garis, lengkung, bulat, kotak dan warna. Selama bertahun-tahun saya bergelut dengan bisnis furniture dan pada akhirnya saya meninggalkannya, dan saya bisa dikatakan hampir lupa dengan apa yang saya pelajari tetapi "feel" yang diajarkan oleh disainer Italia tersebut ternyata tetap melekat sebagai "standard" cita rasa saya terhadap disain furniture.

Feel inilah yang saat ini saya pakai dalam membantu pemasaran produk UMKM Jawa Tengah yang mungkin cara saya memasarkan produk tersebut kadang tidak sesuai dengan aturan dan theory marketing pada umumnya. Inilah seni pemasaran yang akan selalu menarik untuk digali dan didiskusikan.





Bangun Personal Brand Anda, Sebelum Anda Membangun Brand Lain

Banyak sekali usaha membangun brand UMKM gagal ketika diserahkan kepada konsultan, meskipun konsultan tersebut menguasai betul apa dan bagaimana membangun sebuah brand. Ternyata masalahnya cukup sederhana, yaitu karena konsultan tersebut atau perusahaannya sendiri pun belum dikenal "brand"-nya.

Saat ini membangun personal brand sudah cukup banyak fasilitas, baik melalui social media, melalui blog, menulis buku atau melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan brand yang akan dia bangun. Kegiatan lainnya adalah membangun komunitas sesuai dengan personal brandnya.

Bahwa membangun brand tidak semudah tahapan theory yang ada, melainkan harus dimulai dengan mengenal potensi dan kemampuan diri yang selanjutnya dibangun sesuai dengan "nilai" yang ingin dicapai. Ketika nilai ini sudah dimiliki maka kita akan mencoba membangun pesan untuk menkomunikasikannya dengan audiens yang sesuai dengan segmen dan target pasar kita.

Inilah ilum praktis membangun brand yang kami lakukan, yang mungkin bermanfaat bagi teman-teman UMKM yang lain.

 

Komentar