Ingin Sehat? Saatnya Melirik Minyak Goreng Kelapa.

Minyak Goreng Kelapa, saatnya jadi pertimbangan untuk hidup sehat.
Issue sehat perlahan tapi pasti mulai masuk untuk jadi pertimbangan bagi para produsen makanan dan minuman. Semakin meluas tuntutan sehat ini, mulai dari permintaan sertifikasi halal sampai dengan sensitivitas terhadap kandungan gula pasir (rafinasi) dan minyak.

Jika dulu kita hanya mempertimbangkan zat-zat aditif seperti zat pengawet, zat pemanit, zat pengembang, zat pemutih, zat penggumpal, zat pewarna dan sebagainya, maka sekarang ini masyarakat sudah mulai kritis terhadap proses, kandungan gula dan minyak. Oleh sebab itu tidak mengherankan ketika dalam upaya promosi dan pemasaran ekspor hal-hal terakhir menjadi sering ditanyakan kepada kami apakah produk UMKM kami sudah memenuhi kriteria di atas.

Sebuah tantangan berat ketika pasar sudah menuntut "sehat" yang sebenarnya. Kami tidak akan bahas semuanya, kami kali ini hanya akan menyorot kepada pemakaian minyak goreng. 

Berbagai saran dari pembeli asing mengarahkan kepada kami untuk melirik kembali pemakaian minyak goreng kelapa, yang sementara ini di Indonesia sendiri jusru jarang dipakai oleh masyakarat karena mereka lebih menyukai minyak kelapa sawit yang beredar saat ini. Selain karena harga yang lebih murah (diperbandingkan pada saat membeli) dan juga ketersediaannya di pasaran, minyak sawit menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsinya.

Sehat? Kami belum berani mengatakannya karena kami bukan ahli di bidang ini. Yang akan kami sampaikan adalah saran dari para pembeli kami di luar negeri yang mengarahkan kami kepada pemakaian minyak kelapa. 

Minyak Goreng Kelapa atau Minyak Klentik adalah Potensi Lokal


Siapa pun tidak akan menyangkal bahwa tanaman kelapa sangat mudah tumbuh dimana-mana, dan bahkan hampir di belahan nusantara ini atau di dunia ini ada pohon kelapa kecuali daerah dingin. Mudah dibudidayakan, itulah sebabnya tanaman ini disebut sebagai tanaman yang sustainable.

Membuat minyak kelapa? Bukan hal yang baru lagi, nenek moyang kita sudah sejak lama membuat minyak goreng sendiri dengan bahan baku buah kelapa dari kebun mereka sendiri. Dengan kondisi ini minyak kelapa seharusnya tidak menjadi masalah dari sisi produksinya, tinggal mengenalkan teknologi yang lebih modern kepada mereka.

Kebun kelapa bisa dimiliki oleh para petani, bukan pengusaha besar. Dan perlu dipahami bahwa untuk pengembangan kebun kelapa sawit, berapa ribu hektar hutan jadi korbannya? Pengalihan fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit telah menimbulkan permasalahan perubahan iklim, yang "tidak sehat".

Bertolak dari hal ini, kami berupaya terus mengedukasi masyarakat untuk berkampanye pemakaian minyak goreng kelapa. Kami yakin jika masyarakat luas telah memproduksi minyak kelapa, maka harga minyak kelapa di pasaran bisa disesuaikan karena mekanisme pasar. Jika nenek moyang kita bisa menkonsumsi minyak kelapa dalam kesehariannya, mengapa justru generasi sekarang malah kesulitan? Bukankah kita lebih maju dari jaman dulu?

Kabupaten Purworejo adalah sentra produksi minyak kelapa.
Ironisnya lagi, produksi minyak kelapa Indonesia lebih banyak diekspor daripada dijual di dalam negeri. Mengapa? Karena masyarakat kita justru belum paham dengan baik bahwa minyak kelapa lebih sehat dari minyak sawit. Semua alasannya adalah harga yang lebih mahal. Jika minyak sawit bisa dibeli dengan harga Rp 17.000 per liter sementara minyak kelapa harus dibeli dengan harga Rp 23.000 per liter. Selisih harga Rp 5.000 per liter ternyata mempengaruhi keputusan beli ke minyak sawit. Mereka lupa bahwa minyak kelapa masih bisa dipakai 2 kali, daripada sawit yang hanya dianjurkan sekali goreng.

Kabupaten Purworejo, Penghasil Minyak Goreng Kelapa.

VCO dan minyak goreng kelapa adalah komoditas andalan Kabupaten Purworejo, sayang pemasarannya masih banyak kendalanya padahal potensi produksinya sangat memadai. Kendala utama adalah pada edukasi kepada pasar tentang kelebihan minyak kelapa yang lebih sehat dan mampu menjadi basis pengembangan ekonomi kerakyatan di daerah tersebut.

Saat ini mereka masih banyak mengandalkan pihak ketiga untuk pemasarannya, namun secara umum pemasarannya belum maksimal. Dan kami hadir untuk terus membantu mereka untuk mengedukasi pasar dan mengembangkan jaringan pemasarannya.

Untuk pasar lokal kami telah percaya diri dengan produk mereka, namun untuk pasar ekspor (karena keterbatasan pengalaman) kami masih perlu back up dari produsen besar, terutama untuk produk minyak goreng. Untuk VCO, kami telah mulai yakin dengan kualitas dan kapasitas produksi dari teman-teman produsen di Purworejo.

Back up produksi untuk kebutuhan ekspor kami dapatkan dari PT Bonanza Megah Semarang yang telah lama berpengalaman dalam ekspor minyak goreng dengan Merk DELFICO.

Minyak Goreng DELFICO, produksi BONANZA MEGAH
Tujuan back up produksi dari perusahaan besar adalah agar kami bisa terus menjalin hubungan bisnis dengan pembeli luar negeri sambil terus mengembangkan produk UMKM. Dengan cara ini perusahaan besar bisa menjadi lokomotif, dan mendapatkan pasar yang bisa jangka panjang dan UMKM memiliki kesempatan yang jelas untuk terus menembus pasar ekspor.

Komentar